Opini
Gaya Hidup Slow Living dan Visi Hidup Perspektif Manhaj Nubuwah
Gerakan ini muncul untuk membela tradisi pangan daerah, memperjuangkan upah yang layak dan adil, dan mengkampayekan makanan berkualitas.
Irfan Yahya
Dosen Magister Sosiologi Unhas dan Aktivis Hidayatullah
Akhir-akhir ini tren gaya hidup slow living kembali mengemuka, dan menjadi perbincangan menarik di berbagai momen, baik dalam perbincangan lepas di warung-warung kopi, di ruangruang diskusi formal, atau pun di akun-akun media sosial.
Konsep gaya hidup slow living ini awal mulanya muncul pada tahun 1980-an sebagai sebuah gerakan slow food di Italia, gerakan yang didesain untuk melawan dominasi restoran cepat saji.
Gerakan ini muncul untuk membela tradisi pangan daerah, memperjuangkan upah yang layak dan adil, dan mengkampayekan makanan berkualitas.
Konsep slow living ini diperkenalkan oleh Carl Honore, penulis terkemuka, melalui bukunya "In Praise of Slowness" pada tahun 2004.
Dalam riak kehidupan yang terus menggeliat dengan sederet tuntutan yang penuh ketergesagesaan, lahirlah sebuah konsep hidup "slow living" yang menawarkan oase kebahagian dan ketenangan hidup.
Slow living mengajak para penganutnya untuk memperlambat ritme hidup, mengurangi beban pikiran, dan menikmati setiap momen dengan lebih sadar.
Namun gaya slow living kecenderungannya menjadi hanya sekadar gaya hidup superfisial tanpa menyentuh esensi kebahagiaan dan ketenangan hidup yang paten.
Konsep Hidup Perspektif Manhaj Nubuwah
Dalam era globalisasi yang penuh tantangan ini, konsep dan visi hidup dalam perspektif Manhaj Nubuwah menawarkan solusi yang relevan dan aplikatif mengkonstruksi peradaban yang adil, sejahterah dan berkelanjutan.
Terbukti bahwa Rasulullah berhasil membawa perubahan besar itu melalui sebuah kerangka kerja yang terencana dan konsisten, berhasil mengkonstruksi peradaban Islam yang unggul.
Proses ini bukanlah hasil dari tindakan spontan, melainkan melalui bimbingan wahyu Al-Qur'an, yang memberikan panduan bagi umat manusia dalam memahami realitas dan
menjalankan peran sebagai hamba Allah dan khalifah di bumi sebagai wujud kesadaran visi eksistensial manusia.
Surah yang pertama kali turun yang diterima oleh Rasulullah yaitu surah Al-Alaq ayat ke-1 sampai ayat ke-5 menandai awal dari proses transformasi ini.
Ayat-ayat ini diturunkan dengan menekankan pentingnya membaca dan memahami realitas dengan perspektif ilahiyah, yang menjadi bahan dasar membentuk ideologi bagi umat Islam sekaligus menjadi basis demarkasi ketauhidan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/Irfan-Yahya0000.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.