Utang Pemprov Sulsel
Andi Januar: Utang DBH Pemprov Sulsel Ancam Pelayanan Dasar dan Ekonomi Daerah
Situasi ini dinilai memperlemah kemampuan fiskal daerah dan berisiko mengganggu layanan publik seperti pendidikan dan kesehatan.
Penulis: Erlan Saputra | Editor: Alfian
Serta swasta, melalui pengadaan barang/jasa, proyek KPBU, dan kemitraan.
"Memiliki multiplier effect yang jauh lebih cepat terasa di masyarakat dibandingkan dengan belanja langsung melalui struktur birokrasi yang gemuk dan lambat," terang dia.
Ia menegaskan, jika DBH dibayarkan tepat waktu, maka gaji guru honorer kabupaten tidak tertunda, Belanja UMKM daerah tetap berjalan.
Terlebih proyek infrastruktur lokal tidak mandek karena dana provinsi belum masuk.
"Jika hutang ke swasta dibayar, maka dunia usaha kembali punya modal kerja, lapangan kerja tetap terjaga, dan pemerintah mempertahankan reputasi sebagai mitra yang kredibel," tegas Andi Januar.
Artinya, kata dia, menyelesaikan utang hari ini bukan sekadar tanggung jawab akuntansi, tetapi investasi fiskal yang berdampak sistemik terhadap daya beli dan daya tumbuh ekonomi daerah.
RPJMD Pemprov Sulsel menargetkan pertumbuhan ekonomi hingga 6,1 persen dalam lima tahun ke depan.
Namun, Andi Januar menyebutkan, tanpa evaluasi ICOR pada belanja pembangunan, angka ini hanya menjadi harapan tanpa dasar.
Di sisi lain, Pemprov Sulsel dianggap belum memiliki sistem pengukuran seperti ini dalam dokumen RPJMD atau APBD.
"Padahal inilah yang membedakan antara belanja simbolik dan belanja produktif," katanya.
Ia menambahkan, dalam situasi fiskal yang terjepit seperti saat ini, menyelesaikan utang kepada kabupaten/kota dan swasta bukan hanya soal menutup kewajiban, tapi juga mengaktifkan kembali jalur distribusi ekonomi ke masyarakat.
Baginya, Pemprov Sulsel tak butuh belanja besar.
Namun yang dibutuhkan adalah belanja yang berdampak.
"Karena jika uang daerah hanya berputar di atas meja birokrasi, maka rakyat hanya akan mendapat debu dari narasi pembangunan. Sebaliknya, ketika uang daerah sampai ke desa, kontraktor lokal, pasar rakyat, dan lapangan kerja, itulah wajah nyata pembangunan yang kita perjuangkan bersama," pungkasnya.
Andi Patarai Amir Geram
Pemprov Sulsel kembali jadi sorotan akibat tumpukan utang DBH yang tak kunjung dilunasi.
Dalam dua tahun terakhir, total utang Dana Bagi Hasil (DBH) yang belum dibayarkan kepada 24 kabupaten/kota di Sulsel tembus Rp1.644.030.357.081 atau Rp1,6 Triliun.
Tunggakan ini terdiri atas kewajiban DBH tahun anggaran 2024 dan 2025 yang belum sepenuhnya dilunasi hingga pertengahan tahun ini.
Rinciannya, utang DBH Pemprov Sulsel tahun 2024 sebesar Rp874.580.435.547 (Rp874 miliar).
Sementara utang DBH tahun 2025 senilai Rp769.449.921.534 atau Rp769 miliar.
Sejumlah daerah mengalami dampak serius akibat tunggakan tersebut.
Kota Makassar, misalnya, memiliki piutang DBH terbesar dengan nilai Rp184,6 miliar pada 2024 dan Rp164,5 miliar pada 2025.
Kabupaten Luwu Timur juga mengalami hal serupa, masing-masing Rp107 miliar (2024) dan Rp150,2 miliar (2025).
Sementara Kabupaten Gowa belum menerima DBH sebesar Rp50,2 miliar (2024) dan Rp47,9 miliar (2025).
Kabupaten Bone senilai Rp35,7 miliar (2024) serta Rp32,8 miliar (2025).
Kondisi ini pun memicu reaksi keras dari sejumlah anggota DPRD Sulsel saat rapat pembahasan Laporan Pertanggungjawaban APBD 2024 di Gedung DPRD Sulsel, Jl Urip Sumoharjo, Makassar, Kamis (10/7/2025).
Anggota DPRD Sulsel Andi Patarai Amir mempertanyakan mengapa hingga kini DBH yang merupakan hak kabupaten/kota belum juga dituntaskan.
Politisi Partai Golkar itu menilai, keterlambatan pembayaran DBH berdampak serius terhadap pembangunan dan pengelolaan keuangan daerah.
“Sangat disayangkan. Daerah sudah menyusun APBD kita (Pemprov Sulsel) dengan asumsi dana ini akan turun. Tapi kenyataannya (utang DBH) masih menumpuk,” kata Patarai.
Andi Patarai mengungkapkan bahwa pihaknya tak terima menerima alasan Pemprov Sulsel mengenai keterlambatan pembayaran DBH ke daerah.
“Saya belum menerima alasan-alasan yang disampaikan pihak Pemprov Sulsel. Itu kejadian antara DBH,” tegas Andi Patarai.
Mantan Ketua DPRD Maros ini menilai, keterlambatan pembayaran DBH bukan hanya soal administrasi anggaran.
Namun juga berdampak langsung terhadap pembangunan dan pelayanan publik di daerah.
“Kalau dana DBH ini tidak segera dibayarkan, bagaimana daerah bisa menjalankan program prioritasnya," ungkap Andi Patarai.
Oleh karena itu, Pemprov Sulsel didesak agar segera memberikan kepastian waktu pelunasan utang yang kini mencapai lebih dari Rp1,5 triliun untuk dua tahun terakhir.
Kepala Bappelitbangda Sulsel Dr Setiawan Aswad mengakui bahwa keterlambatan disebabkan kondisi kas daerah yang terbatas.
Ia memastikan bahwa pelunasan akan dilakukan secara bertahap dan menjadi prioritas dalam agenda keuangan Pemprov tahun berjalan.
Anggota Tim Anggaran Pemerintah Daerah (TAPD) Pemprov Sulsel itu menjelaskan bahwa situasi keterlambatan pembayaran DBH merupakan dampak dari kesepakatan antara DPRD Sulsel dan Pemprov Sulsel pada periode sebelumnya.
Kondisi ini dianggap terjadi pada keputusan DPRD Sulsel periode 2019–2024 yang mengesahkan APBD Perubahan secara bersamaan dengan APBD Pokok Tahun 2024.
Sehingga mempengaruhi pengelolaan anggaran termasuk pembayaran Dana Bagi Hasil (DBH) ke daerah.
Ia menegaskan bahwa saat ini adalah waktu untuk memperbaiki kelemahan-kelemahan yang terjadi, bukan untuk saling menyalahkan.
“Saya kira itu pembicaraan yang sudah terjadi sebelumnya. Saya tidak mau terlalu jauh-jauh seperti itu, karena itu kan ada kesepakatan sebelumnya juga,” ujar Setiawan.
Ia menambahkan bahwa langkah-langkah korektif ke depan harus diambil secara bersama antara legislatif dan eksekutif.
"Bahwa itu adalah hasil produk kita bersama, antara DPRD dan Pemprov Sulsel. Dan saya kira bahwa misalnya ke depannya ini kita mencoba memperbaiki kelemahan yang terjadi tahun sebelumnya,” ujarnya.
Setiawan juga menegaskan bahwa komunikasi antara pemerintah provinsi dan daerah terus dilakukan.
Ia menilai, suara dari kabupaten/kota menjadi masukan penting untuk menyusun kebijakan yang lebih baik ke depan.
"Karena ini juga menyambut suara yang disampaikan oleh teman-teman dari daerah kepada kita semua. Dan kita juga mencoba memberi pengertian kepada pemerintah daerah, bahwa Pemprov Sulsel juga punya program kegiatan yang menyambut kebutuhan daerah,” jelasnya.
Berikut rincian utang DBH Pemprov Sulsel selama dua tahun terakhir kepada masing-masing kabupaten/kota:
Tahun 2024
• Kota Makassar: Rp184.614.747.461
• Kab. Luwu Timur: Rp107.002.227.063
• Kab. Gowa: Rp50.203.695.728
• Kab. Bone: Rp35.789.647.181
• Kab. Wajo: Rp29.790.719.100
• Kab. Maros: Rp29.021.791.709
• Kab. Pinrang: Rp28.798.062.685
• Kab. Sidrap: Rp26.843.193.156
• Kab. Bulukumba: Rp25.562.883.992
• Kab. Luwu: Rp22.947.571.040
• Kota Parepare: Rp22.275.646.825
• Kab. Pangkep: Rp22.395.439.499
• Kota Palopo: Rp21.000.851.107
• Kab. Takalar: Rp20.815.420.642
• Kab. Luwu Utara: Rp20.763.362.649
• Kab. Soppeng: Rp19.601.202.259
• Kab. Jeneponto: Rp18.809.876.814
• Kab. Toraja Utara: Rp17.398.022.626
• Kab. Tana Toraja: Rp16.877.267.871
• Kab. Sinjai: Rp16.476.696.303
• Kab. Barru: Rp16.253.510.768
• Kab. Enrekang: Rp15.872.735.629
• Kab. Bantaeng: Rp15.016.752.343
• Kab. Kepulauan Selayar: Rp12.189.979.846
Total utang DBH tahun 2024 senilai Rp873.175.692.897
Tahun 2025
• Kota Makassar: Rp164.558.949.164
• Kab. Luwu Timur: Rp150.292.278.770
• Kab. Gowa: Rp47.937.701.009
• Kab. Bone: Rp32.879.297.431
• Kab. Wajo: Rp26.260.787.140
• Kab. Maros: Rp26.421.212.608
• Kab. Pinrang: Rp28.847.503.039
• Kab. Sidrap: Rp23.200.188.230
• Kab. Bulukumba: Rp22.230.710.608
• Kab. Luwu: Rp20.733.473.934
• Kota Parepare: Rp20.300.672.282
• Kab. Pangkep: Rp20.461.313.610
• Kota Palopo: Rp17.746.525.696
• Kab. Takalar: Rp19.154.249.128
• Kab. Luwu Utara: Rp18.307.550.071
• Kab. Soppeng: Rp16.732.902.035
• Kab. Jeneponto: Rp15.925.068.710
• Kab Toraja Utara Rp15.584.916.895
• Kab Tana Toraja: Rp15.116.047.031
• Kab. Sinjai: Rp14.239.817.886
• Kab Barru: Rp15.396.681.706
• Kab. Enrekang: Rp14.361.932.115
• Kab. Bantaeng: Rp12.442.937.599
• Kab. Selayar Rp10.317.204.837
Total utang DBH tahun 2025 senilai Rp769.449.921.534.(*)
Rincian Utang DBH Pemprov Sulsel Sebesar Rp796 Miliar, Makassar dan Luwu Timur Terbanyak |
![]() |
---|
Pemprov Sulsel Didesak Lengkapi Data Utang 2024 Sebelum Paripurna Bersama DPRD |
![]() |
---|
Utang PEN Pemprov Sulsel Rp396 Miliar, Target Lunas 2028 |
![]() |
---|
Tamsil Linrung Temui Sekprov, Singgung Utang Dana Bagi Hasil |
![]() |
---|
Tamsil Linrung Temui Sekda Sulsel, Tanyakan Utang DBH Pajak dan Dana Transfer Daerah |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.