Opini
Ketika Amran Melawan Tempo: Dua Sisi dari Cermin Demokrasi
Peristiwa ini bukan sekadar kasus hukum, tetapi ujian moral bagi demokrasi: sejauh mana bangsa ini mampu menyeimbangkan hak atas reputasi.
Tempo memperjuangkan hak publik untuk tahu, Amran memperjuangkan haknya untuk tidak dicemarkan.
Inilah dua sisi dari cermin demokrasi: pers sebagai pengawas kekuasaan, dan kekuasaan sebagai pengingat tanggung jawab media.
Secara sosial, kasus ini menguji tingkat kepercayaan masyarakat terhadap media arus utama.
Di tengah banjir informasi dan munculnya media partisan, publik membutuhkan jurnalisme yang bisa dipercaya.
Ketika pejabat menggugat media, sebagian publik melihatnya sebagai ancaman terhadap kebebasan. Namun sebagian lain justru menganggapnya sebagai bentuk penegakan standar yang selama ini kendor.
Secara politik, kasus ini menunjukkan pentingnya kematangan dalam komunikasi publik. Pejabat harus siap dikritik, tetapi media juga harus siap dikoreksi.
Hubungan pemerintah dan media tidak boleh dibangun atas kecurigaan. Pers bukan oposisi kekuasaan, melainkan cermin yang memantulkan realitas. Dan seperti cermin, ia harus bersih agar pantulannya jernih.
Kasus Andi Amran vs Tempo menegaskan bahwa kebebasan dan tanggung jawab ibarat dua sisi mata uang.
Kebebasan pers tidak boleh digunakan untuk menyerang kehormatan seseorang, sementara hak reputasi tidak boleh dipakai untuk menakuti media.
Demokrasi yang matang bukan diukur dari banyaknya media yang berbicara, melainkan dari seberapa sehat dialog antara media dan kekuasaan berlangsung.
Gugatan ini semestinya dibaca bukan sebagai upaya pembungkaman, melainkan sebagai momentum memperkuat standar etik jurnalistik dan menegaskan posisi hukum Dewan Pers sebagai lembaga penyelesaian yang efektif.
Bangsa ini tidak butuh pejabat yang alergi kritik, dan tidak butuh media yang kebal koreksi.
Yang dibutuhkan adalah pejabat yang berani dikritik dan media yang berani bertanggung jawab atas tulisannya.
Jika dari kasus ini lahir kesadaran baru — bahwa kekuasaan dan jurnalisme sama-sama penjaga moral publik — maka sejarah akan mencatat gugatan Amran bukan sebagai serangan terhadap kebebasan pers, melainkan sebagai cermin korektif bagi dunia media itu sendiri.
Dan jika dari proses hukum ini muncul solidaritas baru antarredaksi untuk memperkuat etika serta memperjuangkan kebijakan publik yang lebih transparan, maka pada akhirnya yang menang bukan Amran, bukan Tempo, tetapi kebenaran yang bekerja dalam keseimbangan.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.