Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Ketika Amran Melawan Tempo: Dua Sisi dari Cermin Demokrasi

Peristiwa ini bukan sekadar kasus hukum, tetapi ujian moral bagi demokrasi: sejauh mana bangsa ini mampu menyeimbangkan hak atas reputasi.

|
Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Andi Dahrul Dosen STIEM Bongaya Makassar, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Wija La Patau Matanna Tikka (PERWIRA–LPMT) 

Ringkasan Berita:
  • Menteri Pertanian Amran Sulaiman menggugat Tempo Inti Media Tbk senilai Rp200 miliar atas pemberitaan “Poles-Poles Beras Busuk” yang dinilainya menyesatkan dan merusak reputasi Kementan. 
  • Tempo menegaskan laporannya merupakan bagian dari fungsi kontrol sosial dan telah menindaklanjuti rekomendasi Dewan Pers dengan koreksi dan permintaan maaf. 
  • Namun, Amran menilai langkah itu belum cukup dan membawa perkara ini ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. 

Oleh: Andi Dahrul

Dosen STIEM Bongaya Makassar, Sekretaris Jenderal Perkumpulan Wija La Patau Matanna Tikka (PERWIRA–LPMT)

TRIBUN-TIMUR.COM - Gugatan perdata Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman terhadap Tempo Inti Media Tbk mengguncang hubungan antara pejabat publik dan media.

Peristiwa ini bukan sekadar kasus hukum, tetapi ujian moral bagi demokrasi: sejauh mana bangsa ini mampu menyeimbangkan hak atas reputasi dan kebebasan pers.

Pemberitaan Tempo edisi 16 Mei 2025 berjudul “Poles-Poles Beras Busuk” dianggap Amran menyesatkan dan merusak citra Kementerian Pertanian. Tempo menjawab bahwa laporan itu merupakan bagian dari fungsi kontrol sosial yang sah.

Pertentangan dua pandangan ini berlanjut ke meja hijau, meski sebelumnya telah melalui proses mediasi di Dewan Pers.

Melalui Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi (PPR) No. 3/PPR-DP/VI/2025, Dewan Pers menyatakan Tempo melanggar Kode Etik Jurnalistik (KEJ) karena penggunaan diksi dan visualisasi yang tidak proporsional.

Tempo menindaklanjuti rekomendasi itu dengan mengubah judul digital menjadi “Main Serap Beras Rusak” dan menerbitkan permintaan maaf.

Namun, bagi Kementan, langkah itu belum cukup. Reputasi yang sudah terlanjur terguncang tidak bisa dipulihkan hanya dengan koreksi.

Karena itu, Andi Amran menggugat Tempo ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan (Perkara No. 684/Pdt.G/2025/PN JKT SEL) atas tuduhan perbuatan melawan hukum.

Langkah ini menimbulkan dua tafsir besar. Sebagian menilai gugatan tersebut proporsional dan sah, karena setiap individu berhak mempertahankan nama baik.

Sebagian lain menganggapnya berlebihan dan berpotensi menekan kebebasan pers, apalagi setelah rekomendasi Dewan Pers dijalankan.

Secara hukum, tindakan Andi Amran tidak salah. Namun secara etis, banyak pihak mengingatkan risiko chilling effect — efek jera bagi media dalam menjalankan fungsi kontrol sosial.

Di sisi lain, sejumlah akademisi hukum pers menilai langkah ini sebagai peringatan moral bagi media agar tidak menjadikan kebebasan sebagai tameng dari tanggung jawab etik.

Sengketa antara pejabat publik dan media sebenarnya bukan hal baru.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved