Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Merubah Sistem Menggerus Kebebasan

Pilkada (tepatnya pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota), kembali menarik untuk dibincangkan.

Editor: Muh Hasim Arfah
Handover
Saiful Mujib (Anggota KPU Kabupaten Pangkep) 

Masih dari hasil survei yang sama yang saya kemukakan di atas. Ada lebih 49 persen pemilih yang benar-benar mengaku tidak membutuhkan imbalan atas suara yang disalurkannya di TPS.

Tesis lain adalah tidak akan ada transaksi jika tidak ada penjual dan pembeli. Penjual atau dalam konteks ini adalah pemilih, dan pembelinya adalah kontestan.

Problem pemilih bisa jadi karena faktor ketidak tahuan. Iming-iming akan imbalan bisa saja tidak akan menarik dan diterima, ketika dibarengi pemahaman terkait dengan efek negatif dari menerima imbalan yang diberikan oleh kontestan.

Atau bisa jadi pemilih mengetahui efeknya, namun karena "terpaksa", sehingga pemilih cenderung menafikkan dampak yang belum tentu akan dihadapinya. Sementera problem kontestan tentu saja terkait dengan komitmen menjalankan aturan.

Wacana terkait mahalnya kendaraan politik juga perlu diperhatikan. Bahkan, seorang calon atau pasangan calon yang akan maju menjadi kontestan harus mengeluarkan biaya lebih mahal, jika dirinya bukan merupakan kader partai politik.

Setidaknya itu yang menyeruak ke permukaan dan menjadi pembicaraan banyak orang. Jika tesis ini benar adanya, bisa jadi inilah salah satu penyebab sehingga statemen terkait mahalnya pilkada ini mengemuka. Lalu, apakah solusinya adalah mengembalikan pemilihan ke DPRD? Apakah kita tidak sedang memindahkan tempat "masalah", yang bisa saja praktek di atas bukan justru hilang, namun menjadi lebih terstruktur, rapi dan lebih besar. Namun yang pasti, jika ini benar (Gubernur, Bupati, Walikota di pilih DPRD), maka pemilih tidak lagi bebas dan merdeka dalam menentukan pilihannya.

Sebagai bagian dari sistem, penulis berharap upaya perbaikan dari situasi yang dianggap masalah hari ini adalah dengan memperketat pengawasan dan penegakan hukum.

Selanjutnya merajut aturan main yang benar-benar susai dan dibutuhkan. 

Bukan kemudian menggerus kedaulatan rakyat yang sejak puluhan tahun terakhir, khususnya pasca reformasi, beruforia merayakan kebebasannya.(*)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Rakyat Terluka

 

Firasat Demokrasi

 

Rusuh

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved