Opini
Merubah Sistem Menggerus Kebebasan
Pilkada (tepatnya pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota), kembali menarik untuk dibincangkan.
Oleh: Saiful Mujib (Anggota KPU Kabupaten Pangkep)
TRIBUN-TIMUR.COM- Akhir-akhir ini, wacana terkait Pemilihan Kepala Daerah atau Pilkada (tepatnya pemilihan Gubernur, Bupati atau Walikota), kembali menarik untuk dibincangkan.
Sejak disebut-sebut berbiaya mahal, khususnya oleh kosong satu di Republik ini, santer diwacanakan pemilihan kepala daerah akan dikembalikan dan dilakukan oleh DPRD.
Pertanyaannya, benarkah solusi dari "mahalnya" pilkada adalah mengembalikan pemilihan ke DPRD?
Sebelum menjawabnya, ada beberapa kajian yang menarik untuk diurai.
Pertama, pilkada yang sudah sekian tahun berlangsung dengan mengedepankan prinsip LUBER, langsung, umum, bebas, rahasia, jujur dan adil, memberikan ruang yang besar bagi setiap pemilih tanpa terkecuali untuk menentukan pilihannya.
Menentukan salah satu dari sekian calon yang maju menjadi kontestan, yang menurut pemilih terbaik dan akan dipilihnya di TPS.
Memilih calon dari sekian calon yang menurut pemilih terbaik, bagi penulis adalah sesuatu yang lebih mahal dari apapun, bahkan tidak dapat dinilai dengan uang atau emas sekalipun.
Setelah perjuangan menumbangkan otoritarian yang sudah berlangsung puluhan tahun sejak Indonesia merdeka.
Memilih langsung wakil rakyat atau pemimpin di suatu daerah menjadi uforia yang tak terbantahkan oleh banyak kalangan.
Hanya saja, efek dari pemilih memilih langsung wakil dan pemimpin tersebut, yang kemudian mendorong beberapa pihak untuk berkreasi mencari cara yang efektif untuk mendekati pemilih.
Kenapa harus pemilih, karena pemilih adalah setiap orang yang telah memenuhi syarat, yang kemudian didaftar oleh penyelenggara pemilu, dalam hal ini KPU, untuk kemudian ditetapkan secara berjenjang, dari tingkat desa/kelurahan hingga tingkat nasional.
Pemilih yang telah ditetapkan tersebut berhak untuk mendapatkan pelayanan di TPS atau tempat pemungutan suara.
Dalam konteks ini saja, kita sudah melihat efek positif dari ditetapkannya pemilih di hari pemungutan suara. Pemilih memiliki kesempatan untuk berpartisipasi langsung dalam pemilu maupun pemilihan.
Setiap pemilih memiliki hak yang sama dengan siapapun, tanpa ada sekat baik karena status sosial atau keyakinan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.