Keluarga Siti Zulaeha Unjuk Rasa di PN Gowa, Tuntut Dosen UNM Dihukum Mati
Massa berdemonstrasi di halaman Kantor Pengadilan Negeri Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Sungguminasa, Kabupaten Gowa.
Penulis: Ari Maryadi | Editor: Imam Wahyudi
TRIBUN-TIMUR.COM, SUNGGUMINASA - Kerabat Siti Zulaeha Djafar terus berjuang menuntut hukuman tegas kepada terdakwa pembunuh wanita tersebut, Wahyu Jayadi (45).
Hal itu terlihat pada aksi unjuk rasa sekolompok massa yang menamakan diri Pemuda dan Mahasiswa Peduli Keadilan, Selasa (22/10/2019) siang.
Baca: Gulai Kepala Ikan di Sky Lounge Karebosi Condotel, Hanya Rp 40 Ribu
Massa berdemonstrasi di halaman Kantor Pengadilan Negeri Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Sungguminasa, Kabupaten Gowa.
Pengunjuk rasa menyampaikan aspirasi keluarga korban yang tidak berterima dengan tuntutan Jaksa Penunut Umum (JPU).
Baca: Setelah Heboh Mahasiswi Banjarmasin, Kini Viral Video Panas Mahasiswi Kota B, Simak 3 Faktanya
Mereka tidak berterima dengan tuntutan JPU yang membebaskan terdakwa Wahyu Jayadi dari Pasal 340 KHUP tentang pembunuhan berencana.
Melalui pembebasan pasal tersebut, terdakwa Wahyu Jayadi lolos dari ancaman hukuman mati. Ia hanya dituntut hukum 14 tahun penjara.
Baca: Syahrul YL Pantas Jadi Menteri Pertanian, Ashabul Kahfi Bilang Begini
"Kematian Zulaeha merupakan pembunuhan berencana," kata orator pengunjuk rasa, Wahyu Pandawa.
"Sementara, hukuman yang diberikan oleh terdakwa hanya penjara selama 14 tahun," bebernya.
Aspirasi pengunjuk rasa tersebut disampaikan kepada Ketua Pengadilan Negeri Sungguminasa, Hebbin Silalahi.
Baca: Percayakan ke DPD, PKS Mulai Uji Kelayakan Calon Kepala Daerah di Sulsel
Massa berharap Ketua pengadilan mempertimbangkan aspirasi ketika menjatuhkan hukuman nantinya.
Adapun tiga buah tuntutan yang disampaikan pengadilan yakni meminta kepada pihak hakim dan JPU bertindak profesional dalam bekerja.
Kedua, mereka meminta penegakan supremasi hukum dan keadilan. Ketiga menjatuhkan hukuman mati atau paling rendah seumur hidup kepada terdakwa.
Baca: Prabowo Calon Menhan Jokowi, Bagaimana Nasib Sandiaga Uno? Tak Dipanggil ke Istana, Unggah Ini
Wahyu Jayadi merupakan dosen Universitas Negeri Makassar.
Ia menghabisi nyawa rekan kerjanya sendiri, Siti Zulaeha Djafar pada Kamis 21 Maret 2019 lalu.
Selain rekan kerja, terdakwa dan korban tinggal bertetangga di BTN Sabrina Regency, Kabupaten Gowa.
Baca: Suhu Makassar Terpanas di Indonesia, BMKG Keluarkan Status Awas Kebakaran di 9 Daerah Ini
Mereka juga berasal dari kampung yang sama, Kabupaten Sinjai.
JPU Arifuddin dalam dakwaannya menyampaikan, perbuatan Wahyu Jayadi telah terbukti menghilangkan nyawa orang lain, dalam hal ini Siti Zulaeha Djafar.
Baca: Sekretaris Unhas Tegaskan Kesiapan Resertifikasi ISO 9001
Akan tetapi, JPU menilai unsur pembunuhan berencana tidak terpenuhi. Oleh karena itu, terdakwa Wahyu Jayadi hanya dikenakan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Di hadapan majelis hakim, Wahyu Jayadi dituntut hukuman pidana 14 tahun penjara dikurangi masa tahanan.
Baca: KPK Minta Bank Sulselbar Tak Beri Pelayanan Khusus ke Kepala Daerah
Kuasa Hukum Minta Wahyu Jayadi Dibebaskan dari Pasal ini Serta Alasannya
Kuasa Hukum meminta mejelis hakim membebaskan terdakwa Wahyu Jayadi dari dakwaan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
Pledoi tersebut disampaikan dalam sidang lanjutan kasus pembunuhan pegawai kampus Universitas Negeri Makassar (UNM), Siti Zulaeha Djafar, Selasa (15/10/2019) siang.
Sidang lanjutan ini berlangsung di Pengadilan Negeri Sungguminasa, Jl Usman Salengke, Sungguminasa, Kabupaten Gowa. Agendanya pembacaan pledoi.
Tim kuasa hukum, menyampaikan pembelaan untuk terdakwa Wahyu Jayadi.
Kapolda Sulsel Larang Demo, Ketua PMKRI Makassar: Tujuan Kami Bukan Ganggu Pelantikan Presiden
Larangan Unjuk Rasa Jelang Pelantikan Presiden, Mahasiswa Lakukan ini
Dicopot dari Jabatan Direktur BUMD Wajo, Andi Baso Kone Sebut Sengkuni
Dalam pembacaan pledoi, kuasa hukum mengklaim, terdakwa Wahyu Jayadi tidak terbukti melakukan pembunuhan, sesuai tuntutan jaksa mengenai Pasal 338 KUHP.
Ketua tim, M Shyafril Hamzah menuturkan, terdakwa Wahyu Jayadi menghilangkan nyawa Siti Zulaeha Djafar atas dasar spontanitas.
Spontanitas itu, katanya, merespon perkataan korban yang mencampuri urusan pribadi terdakwa.
Oleh karena itu, kuasa hukum menilai perbuatan terdakwa adalah penganiayaan yang mengakibatkan nyawa korban melayang.
Shyafril menilai, terdakwa sejatinya dikenakan pasal 351 ayat 3 KUHP, bukan Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
"Memohon kepada kepada majelis hakim yang memulia untuk mempertimbangkan bahan pledoi ini sebagai bahan pertimbangan," kata Shyafril.
"Kami menyatakan terdakwa Wahyu Jayadi tidak terbukti secara sah dan meyakinkan melanggar dakwaan subsidair pasal 338 sesuai dengan Surat Tuntutan Penuntut Umum," bebernya.
Kapolda Sulsel Larang Demo, Ketua PMKRI Makassar: Tujuan Kami Bukan Ganggu Pelantikan Presiden
Larangan Unjuk Rasa Jelang Pelantikan Presiden, Mahasiswa Lakukan ini
Dicopot dari Jabatan Direktur BUMD Wajo, Andi Baso Kone Sebut Sengkuni
Sebelumnya diberikan, Jaksa Penuntut Umum (JPU) menuntut hukuman 14 tahun penjara kepada terdakwa Wahyu Jayadi.
JPU Arifuddin Achmad menyebut, terdakwa Wahyu Jayadi terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah melakukan tindak pidana pembunuhan.
Jaksa pun meminta pengadilan menjatuhkan hukuman pidana penjara 14 tahun dikurangi masa tahanan terdakwa. Tuntutan itu didasarkan pada Pasal 338 KUHP tentang pembunuhan.
"Menuntut pidana penjara 14 tahun dikurangi masa tahanan terdakwa," beber Arifuddin, Selasa (8/10/2019) pekan lalu.
Diketahui kasus pembunuhan ini terjadi pada Kamis 22 Maret 2019 lalu.
Ketika itu Wahyu Jayadi membunuh rekan kerjanya Siti Zulaeha Djafar ketika bersama mengendarai mobil Daihatsu Terios.
Laporan Wartawan Tribun Timur @bungari95
Langganan berita pilihan tribun-timur.com di WhatsApp
Klik > http://bit.ly/whatsapptribuntimur
Follow akun instagram Tribun Timur: