Pilrek unhas 2025
Menakar Opsi Aklamasi di Pilrek Unhas
Pilihan terbaik sudah didepan mata. Stabilitas adalah kunci, terutama stabilitas iklim akademik yang selama empat tahun ini terbangun
Oleh: Arief Wicaksono
Alumni Unhas, Dekan FISIP Unibos 2016-2018, 2018-2022.
TRIBUN-TIMUR.COM - Pada 3 November 2024 yang lalu, salah satu almamater saya Universitas Hasanuddin (Unhas) telah merampungkan sebagian proses pemilihan Rektor dengan baik. Sebanyak 94 orang Senat Akademik (SA) telah menjaring 3 nama untuk diusulkan kepada Majelis Wali Amanat (MWA) dengan komposisi, 74 suara senat untuk Jamaluddin Jompa, 18 suara senat untuk Budu, dan 1 suara senat untuk Sukardi Weda. Sementara bakal calon rektor lainnya yakni Marhaen Hardjo, Muhammad Iqbal Djawad dan Zulfajri Basri Hasanuddin masing-masing mendapatkan nihil suara senat.
Vox Populi, Vox Dei
Dalam ekosistem perguruan tinggi yang berstatus badan hukum (PTNBH) seperti Unhas, proses penjaringan Rektor dilakukan berjenjang dalam dua tahap, tahap pertama pemilihan di SA dan tahap kedua pemilihan terjadi di MWA. Andaikan Pemilihan Rektor (Pilrek) Unhas menganut rezim pemilihan langsung seperti layaknya pemilihan kepala daerah (Pilkada) atau pemilihan presiden (Pilpres), maka komposisi suara yang nyaris bulat di SA beberapa waktu lalu dapat dimaknai sebagai suara kebanyakan rakyat Unhas, oleh karena itu dalam kerangka tersebut, SA dapat juga dimaknai sebagai lembaga perwakilan tertinggi yang ada di Unhas.
Dengan pemahaman itu, kiranya tak berlebihan jika adagium vox populi vox dei ini menemukan relevansinya. Suara rakyat adalah suara Tuhan, Suara SA adalah suara rakyat Unhas. Ketika SA sebagai institusi perwakilan tertinggi di Unhas telah menjaring, menyaring, menguji, dan pada akhirnya memberi dukungan mayoritas pada satu nama, maka hal itu bukan lagi sekedar memberikan suara dan saran, namun sudah menjadi rekomendasi profesional terkuat yang dapat diberikan oleh sebuah institusi. Mengabaikannya sama dengan menegasikan akal sehat kolektif Unhas.
Tupoksi MWA
Kini pena sedang berada ditangan MWA. Berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2015 tentang Statuta Universitas Hasanuddin, salah satu tugas pokok dan wewenang MWA Unhas adalah mengangkat dan memberhentikan Rektor. Dalam menjalankan tugas itu, MWA sebagai pemegang kedaulatan tertinggi di Unhas seyogyanya tidak memiliki agenda yang terpisah, dengan gegabah mengabaikan konsensus yang telah mengkristal di SA.
MWA tidak sepantasnya memiliki hasrat tabu sebagai kingmaker seperti halnya para cukong dan oligark dalam pilkada. Ini perguruan tinggi, institusi akademik, bukan institusi politik. Saya sependapat dengan suara normatif yang menggambarkan MWA memiliki kewajiban etis, rasional dan strategis dalam merespon hasil pemilihan dSA. Ini bukan soal siapa mengalahkan siapa, tapi ini soal masa depan institusi.
Harus diakui bahwa MWA Unhas bukan institusi yang berada dalam ruang hampa. Banyak kepentingan yang ada didalamnya. Namun pada saat yang sama, merekalah yang paling memahami siapa calon Rektor yang visi akademiknya paling bernas, rekam jejaknya paling teruji, dan kepemimpinannya paling dibutuhkan. Memilih figur yang minim dukungan SA, dapat dimaknai bahwa MWA memulai kepemimpinan dengan modal sosial yang minus dan menciptakan potensi resistensi yang tidak perlu. Menurut saya, itu adalah sebuah langkah yang secara manajerial tidak efisien akan menciptakan sebuah tantangan tata kelola (governance challenge) yang signifikan.
Anggota MWA, terutama yang berasal dari unsur Kementerian/Lembaga negara dan tokoh masyarakat, adalah individu-individu yang hebat di bidangnya. Namun, mereka tidak bekerja di Unhas setiap harinya. Dalam menjalankan tupoksinya, mereka mengandalkan laporan, presentasi, dan masukan. Namun tetap, masukan paling jernih, paling otentik, dan paling teruji adalah hasil pemungutan suara SA. Menghargai suara SA adalah bentuk kepercayaan MWA pada proses internal yang telah berjalan selama ini. Ini juga menandakan bahwa organisasi yang bernama Unhas ini dalam keadaan yang sehat, karena telah tercipta simbiosis mutualisme yang juga sehat.
Jalan yang Benar
MWA tidak perlu lagi berspekulasi atau terbelah, tidak perlu lagi drama panjang yang menghabiskan sumber daya disaat negara sedang krisis dan mengetatkan ikat pinggang. Pilihan terbaik sudah didepan mata. Stabilitas (stability) adalah kunci, terutama stabilitas iklim akademik yang selama empat tahun ini terbangun, yang tercermin dari sekitar 80 persen suara yang dikantongi Jamaluddin Jompa. Sustanaibility (keberlanjutan) juga sangat penting, mengingat segala capaian yang diraih dalam empat tahun ini, lengkap dengan opportunity (peluang) yang ada. Kesempatan bagi Unhas untuk raihan target 500 besar dunia melalui program strategis dan rencana aksi juga sudah clear.
Argumentasinya menurut saya sudah jelas. Mengambil jalan lain dari pilihan SA adalah tindakan imprudensi institusional, bagai berjudi dengan taruhan harmoni dan masa depan institusi untuk sebuah alasan yang sulit untuk dipertanggungjawabkan secara rasional. Sebaliknya, mengesahkan mandat mayoritas SA adalah pilihan rasional untuk menciptakan dunia akademik yang sehat, kondusif, kohesif, dan legitimate. MWA kini memegang pena sejarah. Aklamasi, why not?(*)
Arief Witjaksono
Pilrek Unhas 2025
Rektor Unhas
Pemilihan Rektor Unhas
Vox Populi Vox Dei
Opini Tribun Timur
| Tiga Profesor Bersaing Jadi Rektor Unhas 2026–2030, Nama-Nama Sudah Diserahkan ke MWA |
|
|---|
| Pemilihan Rektor Unhas yang Mencengangkan |
|
|---|
| Prof Sukardi Weda Ingin Bawa Unhas Jadi Perguruan Tinggi Berdaya Saing Global |
|
|---|
| Infografis: Inilah Nama-nama Pemegang Suara Pilrek Unhas, Pilih Prof JJ, Budu, atau Sukardi Weda? |
|
|---|
| Optimis Menang Pilrek Unhas, Prof Budu Yakin Gaet Suara Kementerian |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.