Opini
Menyelisik Kasus Ijazah dengan Lingustik Forensik
Penetapan tersangka itu telah melalui asistensi dan gelar perkara yang melibatkan internal dan eksternal.
Kita terlalu banyak “omon-omon” tentang penegakan hukum, tetapi dalam praktiknya berbanding terbalik dengan apa yang disuarakan.
Contoh yang sangat telanjang, pencalonan Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden dengan memanipulasi frasa di Mahkamah Konstitusi merupakan contoh buruk pelanggaran hukum yang sangat permisif di republik ini.
Pelanggaran hukum ini akan dicatat oleh sejarah bangsa ke depan bahwa pernah ada suatu masa, lembaga mahkamah bisa dibelokkan untuk kepentingan politik dinasti tertentu.
Kembali kepada persoalan ijazah, terus terang berdasarkan nalar sehat, ijazah yang dipermasalahkan itu memang menimbulkan kecurigaan.
Selain fotonya mengenakan kacamata yang merupakan foto ijazah yang tidak lazim, beberapa ijazah yang terbit pada tahun yang sama dan sudah diperbandingkan dan ternyata berbeda.
IIjazah yang bermasalah ini memang berbeda dengan yang lainnya. Hal ini sudah berkali-kali diungkapkan oleh Roy Suryo dkk. Belum lagi proses penulisan skripsi yang tidak lazim.
Semua itu sudah terungkap dengan jelas dan sudah viral di media. Tetapi pihak berwewenang selalu berusaha berkelit demi membela sosok tertentu.
Lingustik Forensik
Kini kasus-kasus yang masuk ke pengadilan bisa memanfaatkan jasa ahli linguistik forensik. Pengadilan dapat menyelisik (mengungkapkan) orisinalitas suatu dokumen, seperti ijazah, menggunakan subdisiplin linguistik ini.
Linguistik forensik merupakan subdisiplin linguistik yang mengkaji linguistik dan hukum dan isu-isu legal.
Menurut Coulthard dan Jonhson (2010), tulis Anhar Rabi Hamsah dalam bukunya berjudul “Kejahatan Berbahasa” (Language Crime) -- Penerbit Langgam Pustaka (2022).
Kajian linguistik forensik meliputi: bahasa dalam dokumen resmi; bahasa penegak hukum dan polisi; interaksi di ruang pengadilan; interviu antara anak-anak dengan saksi dalam legal; bukti linguistik dan testimoni saksi ahli di ruang pengadilan; atribusi menulis dan plagiasi; dan fonetik forensik serta identifikasi penutur.
Dua pakar linguistik tersebut menyebutkan, linguistik forensik memiliki tugas mengungkap; makna morfologis dan similaritas (kemitipan, kesamaan) fonetik (tentang pengucapan, bunyi ujar); kompleksitas sintaktik (tentang susunan kalimat) dalam surat resmi; ambiguitas leksiko gramatikal (makna ganda dalam tata bahasa kamus); makna leksikal (makna kamus); dan makna pragmatik (sesuai konteks).
Meskipun merupakan subdisiplin ilmu linguistik, linguistik forensik merupakan ilmu multidisiplin.
Analisisnya dapat diperbantukan dengan bidang ilmu lain, seperti bahasa, ilmu hukum, ilmu kejiwaan, ilmu sosial, dan bidang ilmu lain yang mampu memecahkan suatu masalah kriminal.
Olsson (2008:3) tulis Anhar Rabi Hamsah dalam bukunya itu, linguistik forensik adalah hubungan antara bahasa dengan penegakan, masalah, perundang-undangan, perselisihan atau proses dalam hukum yang berpotensi melibatkan beberapa pelanggaran terhadap hukum atau keharusan untuk mendapatkan penyelesaian hukum.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.