Opini
Masyarakat Luwu Timur Tak Menuntut Istana, tapi Bandara Komersial
Masyarakat Luwu Timur, sang penopang energi dan peradaban di ujung timur Sulawesi Selatan, kini mengangkat suara mereka ke Pusat
Luwu Timur adalah pemasok utama listrik melalui tiga PLTA bersusun, membuktikan harmoni antara energi hijau dan konservasi.
Dari wilayah bersih dan sekuat inilah energi dialirkan, menopang industri nikel nasional hingga menyalakan jutaan lampu.
Namun, di balik kontribusi masif ini, tersimpan ironi yang menyakitkan: wilayah seproduktif dan sebersih ini belum memiliki bandara komersial yang representatif.
Padahal, infrastruktur ini adalah kunci untuk mengoptimalkan potensi industri hijau Sorowako dan kawasan industri masa depan.
Kebutuhan 3 Provinsi
Pembangunan bandara ini adalah kebutuhan strategis nasional.
Posisi geografisnya yang berbatasan langsung dengan Sultra dan Sulteng menjadikannya simpul konektivitas udara yang paling efisien di timur-tengah Sulawesi.
Bandara akan memicu efek domino ekonomi.
Pertama, mempercepat mobilitas orang, barang, dan layanan pendidikan.
Kedua, menghidupkan UMKM dan pariwisata ekologis Matano–Towuti–Mahalona.
Ketiga, memperkuat rantai pasok nasional nikel dan energi.
Keempat, mengubah Luwu Timur menjadi pusat logistik tiga provinsi.
Luwu Timur bukan hanya wajah Bumi Batara Guru, tetapi tulang punggung masa depan Sulawesi Selatan.
Masyarakat tidak menuntut kemewahan; mereka meminta kehadiran negara dan keadilan pembangunan yang menempatkan infrastruktur strategis setara dengan kontribusi yang telah mereka berikan.
“Berilah kami satu bandara, dan kami akan tunjukkan bagaimana Luwu Timur bisa menerbangkan masa depan Indonesia—bukan dengan janji, tetapi dengan integritas sumber daya dan keajaiban ekologis kami," suara masyarakat Luwu Timur, 2025.(*)

                
												      	
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.