Opini
Survei Abal-abal Merusak Masa Depan Unhas
Pertarungan kursi rektorat dianggap sebagai pergulatan masa depan institusi, namun muncul kabut keraguan ketika sebuah artikel \
Ringkasan Berita:Pertarungan kursi rektorat dianggap sebagai pergulatan masa depan institusi, namun muncul kabut keraguan ketika sebuah artikel menyertakan "data survei" dari yayasan asing yang rekam jejaknya tidak transparan dan metodologinya dipertanyakan.Praktik ini dikhawatirkan sebagai upaya manipulasi data, yang merupakan pengkhianatan intelektual dan dosa akademik.Komunitas akademik harus bersikap kritis dan syahdu, menolak narasi media dan angka survei yang meragukan.
Achmad Firdaus H
Mahasiswa Program Doktor Hubungan Internasional dari University People’s Friendship of Russia
PERTARUNGAN kursi rektorat bukan sekadar peristiwa politik administratif belaka, ia adalah pergulatan tentang masa depan, arah pendidikan, dan jiwa sebuah institusi yang menjadi kebanggaan banyak orang.
Namun, ketika gaung pertarungan ini sampai kepada kita melalui sebuah artikel di media daring, yang disertai embel-embel "data survei" dari sebuah yayasan yang asing di telinga publik, maka yang lahir bukanlah kejelasan, melainkan kabut yang justru mengaburkan cakrawala.
Lebih dari itu, muncul kekhawatiran yang lebih mendalam: apakah kita sedang menyaksikan sebuah upaya manipulasi data untuk meraih kemenangan yang kotor?
Dalam tradisi akademik yang menjunjung tinggi kebenaran dan verifikasi, kehadiran sebuah lembaga surveI yang tidak diketahui dan terdengar asing ditelinga sebagai sumber data menimbulkan serangkaian tanya yang menggantung.
Di manakah rekam jejaknya dalam peta survei opini nasional yang transparan?
Baca juga: Meneguhkan Titik Lebur: Dari Simpul Kebangsaan Menuju Pangkal Peradaban Maritim Global
Metodologi seperti apakah yang digunakannya sehingga dapat memotret realitas kompleks komunitas kampus dengan akurat?
Ketika jawaban atas pertanyaan-pertanyaan mendasar ini tidak ditemukan, maka klaim-klaim yang disajikan dalam artikel tersebut lebih menyerupai sebuah argumentum ad verecundiam suatu upaya untuk mengukuhkan keyakinan dengan merujuk pada otoritas yang justru samar dan tidak terbukti.
Dalam kondisi seperti inilah, praktik manipulasi data menemukan ruang suburnya.
Manipulasi data dalam bentuk apa pun adalah pengkhianatan terhadap ruh di ranah akademik.
Ia adalah dosa intelektual yang tak terampuni. Kampus, yang seharusnya menjadi benteng terakhir penjagaan obyektivitas dan kebenaran ilmiah, justru akan dinodai ketika data dijadikan alat untuk membangun narasi fiksi yang mengatasnamakan sains. Janganlah sekali-kali melakukan manipulasi data untuk kemenangan yang kotor, sebab kemenangan semacam itu adalah ilusi.
Ia bagaikan membangun istana megah di atas fondasi pasir yang rapuh suatu saat, ketika kebenaran menampakkan diri, seluruh bangunan itu akan runtuh dan menimbulkan aib yang jauh lebih besar daripada kekalahan yang terhormat.
Baca juga: Integritas dan Bahaya Kampanye Hitam dalam Kontestasi Akademik
Fenomena ini sangat tepat menggambarkan fenomena yang dalam pemikiran Julien Benda disebut sebagai "pengkhianatan intelektual" (The Treason of the Intellectuals).

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.