Opini
Satu Data Pemilu
KPU tidak ingin berbagi, terkhusus dalam upaya pencegahan terhadap segala potensi yang dapat berdampak masalah dikemudian hari.
Ringkasan Berita:
- Selama tujuh dekade penyelenggaraan pemilu, Indonesia belum memiliki sistem data pemilu yang terintegrasi.
 - Kelemahan sistem informasi kepemiluan yang tersebar dan tidak efisien.
 - Meskipun berbagai aplikasi seperti SIPOL, SIDALIH, SILON, SIREKAP, dan SIWASLU telah dibuat, sistem-sistem ini berjalan sendiri-sendiri tanpa konektivitas yang kuat.
 - Indonesia perlu segera melakukan redesign tata kelola data pemilu menuju satu sistem terpadu (big data) berbasis kecerdasan buatan (AI).
 
Oleh: Nasrullah
Komisoner Bawaslu RI 2012-2017
TRIBUN-TIMUR.COM - SEJAK Pemilu 1955 hingga pemilu 2024 atau 70 tahun silam lamanya, negara ini belum memiliki data pemilu yang terintegrasi.
Satu data pemilu yang digunakan untuk teknis administrasi dan pengawasan pemilu serta dapat diakses masyarakat.
KPU memiliki data yang bersumber dari pemerintah, peserta pemilu, serta data lain dari proses dan hasil pemilu, tetapi penggunaannya hanya untuk KPU.
KPU tidak ingin berbagi, terkhusus dalam upaya pencegahan terhadap segala potensi yang dapat berdampak masalah dikemudian hari.
KPU takut jika terdapat dugaan kesalahan berujung pada sidang etik. Sikap ego sektoral dan paranoid pelanggaran etik, menjadi salah satu penghambat dalam pengawasan pemilu.
Ada mindset keliru yang selama ini dipahami, hanya KPU sebagai pemilik data dan tidak ingin diawasi.
KPU sibuk dengan dirinya sendiri. KPU membuat SIPOL (Sistem Informasi Politik) yang dipergunakan dalam verifikasi parpol dan calon perseorangan.
SIDALIH (sistem Imformasi Pemilih) dipergunakan untuk mengecek pemilih: SILON (Sistem Pencalonan) dipergunakan untuk mengisi dokumen calon.
SIREKAP (Sistem Informasi Rekapituasi Penghitungan Suara) dipergunakan untuk melihat hasil penghitungan dan rekap penghitungan suara; dan lain sebagainya.
Hadirnya sistem tersebut diatas, semestinya membuat KPU membuka akses yang seluas-luasnya.
Namun justru KPU protektif. Contoh kasus, Bawaslu kesulitan memperoleh akses SIPOL dan SILON pada pemilu 2024 lalu.
Puncaknya, Keputusan KPU Nomor 731 Tahun 2025 Tentang Penetapan Dokumen Persyaratan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden sebagai Informasi Publik yang dikecualikan KPU.
Meskipun telah dikoreksi dengan menggunakan asas Contrario Actus, bukan berarti publik melupakan sikap sewenang-wenang ini. KPU lupa prinsip transparansi dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pemilu.

												      	
												      	
												      	
												      	
												      	
				
			
			
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.