Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Masyarakat Luwu Timur Tak Menuntut Istana, tapi Bandara Komersial

Masyarakat Luwu Timur, sang penopang energi dan peradaban di ujung timur Sulawesi Selatan, kini mengangkat suara mereka ke Pusat

Editor: Edi Sumardi
DOK TRIBUN TIMUR
PENULIS OPINI - Wakil Rektor II UMI, Prof Dr Zakir Sabara H Wata MT ASEAN Eng. Dia menulis opini tentang ironi Luwu Timur tak punya bandara komersil. 

Ringkasan Berita:Masyarakat Luwu Timur, sang penopang energi dan peradaban di ujung timur Sulawesi Selatan, kini mengangkat suara mereka ke Pusat.
 
Seruan ini adalah tuntutan untuk keadilan pembangunan, yaitu realisasi Bandara Komersial Luwu Timur.
 
Posisi geografisnya yang berbatasan langsung dengan Sultra dan Sulteng menjadikannya simpul konektivitas udara yang paling efisien di timur-tengah Sulawesi.
 
Luwu Timur bukan hanya wajah Bumi Batara Guru, tetapi tulang punggung masa depan Sulawesi Selatan.

 

Prof Dr Ir Zakir Sabara HW ST MT IPM ASEAN Eng APEC Eng

Wakil Rektor II UMI Makassar

DARI jantung Luwu Raya yang melegenda, di antara rimbunnya Pegunungan Verbeek dan jernihnya permata biru Danau Matano, terdengar seruan tegas yang sarat makna. 

Masyarakat Luwu Timur, sang penopang energi dan peradaban di ujung timur Sulawesi Selatan, kini mengangkat suara mereka ke Pusat: “Kami tidak menuntut istana, kami hanya mendesak dibukanya Pintu Langit yang menyingkap masa depan!”

Seruan ini adalah tuntutan untuk keadilan pembangunan, yaitu realisasi Bandara Komersial Luwu Timur.

Ini bukan sekadar infrastruktur regional, melainkan sebuah gerbang strategis nasional yang akan menjadi simpul udara vital, menghubungkan tiga provinsi—Sulawesi Selatan, Sulawesi Tenggara, dan Sulawesi Tengah—dengan kecepatan, efisiensi, dan keamanan yang selama ini absen.

Jaga Kehormatan Bangsa

Mengapa suara ini begitu mendesak?

Karena Luwu Timur adalah anomali ekologis dan sumber daya.

Di sini berdiri Danau Matano, danau terdalam ke-4 di dunia dan yang terdalam di Asia Tenggara (kedalaman pm 590 meter).

Selama 57 tahun aktivitas industri nikel oleh PT Vale dan IUP sekitarnya, keajaiban ini tetap lestari.

Danau Matano dan tiga Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) bertingkat yang bersumber darinya menjadi teladan nyata keseimbangan antara ambisi industri dan ketulusan konservasi alam.

Tidak hanya itu, Matano adalah cagar alam abadi yang menaungi spesies endemik unik—ikan, udang, dan flora langka—di sepanjang 53 km lingkar danau. Ia adalah identitas ekologis Indonesia di mata dunia.

Penopang Energi

Sumber: Tribun Timur
Halaman 1/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved