Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Vonis Uang Palsu UIN

Peringkat Vonis 11 Terdakwa Uang Palsu, Andi Ibrahim Terberat Disusul Annar Sampetoding-Mubin

Pengadilan Negeri Sungguminasa menyelesaikan semua vonis untuk 11 terdakwa sindikat uang palsu, Rabu (1/10/2025).

Editor: Muh Hasim Arfah
Dok tribun timur/data Sayyid
PERINGKAT VONIS- Pengadilan Negeri Sungguminasa menyelesaikan semua vonis untuk 11 terdakwa sindikat uang palsu, Rabu (1/10/2025). Vonis paling berat dijatuhkan kepada mantan kepala perpustakaan UIN Alauddin Makassar, Andi Ibrahim disusul Annar Sampetoding, Mubin Nasir, Syahruna, Ambo Ala hingga teringan Sri Wahyudi.  

Hal meringankan, terdakwa belum merasakan keuntungan.

Sementara itu, Syahruna dan Ambo Ala terdakwa pembuat uang palsu masing-masing vonis empat tahun penjara. 

Kasus uang palsu di UIN Alauddin Makassar pertama kali terungkap pada awal Desember 2024, ketika warga di Gowa melaporkan adanya transaksi mencurigakan menggunakan pecahan Rp100 ribu palsu.

Laporan tersebut mendorong aparat kepolisian menelusuri sumber peredaran, hingga akhirnya mengarah ke Gedung Perpustakaan Kampus II UIN Alauddin di Samata, Kabupaten Gowa.

Di lokasi itu, polisi menemukan mesin cetak berukuran besar, alat potong, serta bahan pendukung yang digunakan untuk memproduksi uang palsu.

Dari penggerebekan, aparat menyita barang bukti berupa uang palsu pecahan Rp100 ribu dengan nilai total mencapai Rp446,7 juta.

Penyidikan kemudian menetapkan 17 tersangka, yang berasal dari berbagai latar belakang, termasuk oknum pegawai UIN, ASN, pegawai bank BUMN, hingga seorang politisi.

Salah satu tersangka adalah Kepala Perpustakaan UIN Alauddin, Andi Ibrahim, yang terbukti membantu memasukkan mesin cetak senilai Rp600 juta ke dalam area kampus.

Modus para pelaku adalah mencetak uang palsu dengan biaya produksi sekitar Rp56 ribu per lembar, sehingga mereka memperoleh keuntungan berlipat.

Uang palsu tersebut direncanakan akan diedarkan di sejumlah wilayah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Tenggara.

Kasus ini menjadi sorotan nasional karena lokasi produksi berada di dalam kampus perguruan tinggi negeri, yang seharusnya menjadi pusat pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Pihak kampus menyatakan tidak mengetahui adanya aktivitas ilegal tersebut, karena mesin dicetak dimasukkan secara diam-diam pada malam hari.

Setelah berbulan-bulan penyidikan, polisi melimpahkan berkas sebelas tersangka ke Kejaksaan Negeri Gowa pada Maret 2025.

Para terdakwa dijerat Pasal 36 dan Pasal 37 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, dengan ancaman hukuman maksimal penjara seumur hidup.

Dalam persidangan yang digelar di Pengadilan Negeri Sungguminasa, hakim akhirnya menjatuhkan vonis bervariasi.

Halaman 2 dari 4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved