Opini
Krisis Air di Pakaian Kita
Sebaliknya, aktivitas manusia juga berkontribusi menyebabkan krisis air misalnya industri fesyen.
Borosnya penggunaan air dalam industri fesyen menjadi miris mengingat ada sekitar 4 miliar orang yang mengalami kelangkaan air setidaknya sebulan dalam setahun.
Bahkan saat ini, isu krisis air telah menjadi problem sosial terutama di daerah yang memiliki musim kemarau panjang seperti Indonesia.
Pulau Jawa sebagai pusat industri mengalami penurunan cadangan air paling tinggi. Daerah lain pun mulai merasakan kekurangan persediaan air bersih.
Di Pulau Nusa Tenggara dan Sulawesi, masyarakat terpaksa membeli sejumlah air dari pengecer demi memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Bijak Membeli Pakaian
Tingginya minat belanja diperparah dengan masifnya budaya membuang pakaian.
Dalam survei YouGov pada 2017, sebanyak 66 persen orang Indonesia pernah membuang pakaiannya. Dimana sekitar 25 persen responden membuang lebih dari sepuluh potong pakaian setiap tahun.
Alasannya pun beragam, mulai dari tidak muat lagi, robek sampai alasan remeh temeh seperti hanya sekadar bosan, sudah lama dipakai, atau tidak trendi lagi.
Mudahnya masyarakat membuang dan membeli pakaian baru menjadi kekhawatiran mengingat tingginya penggunaan air selama proses produksi.
Padahal jika bisa sedikit lebih bijak, kita masih bisa memakai pakaian lama tanpa mesti mengikuti tren fesyen terbaru.
Selain itu, merawat pakaian dan memperbaiki pakaian yang sudah rusak juga dapat jadi pilihan.
Jika tetap ingin mengikuti tren, kita dapat membeli pakaian dari bahan ramah lingkungan yang menghabiskan lebih sedikit air dalam pembuatannya.
Meski industri fesyen bukan satu-satunya sektor yang berkontribusi terhadap krisis air, namun bijak membeli pakaian menjadi kepedulian kita bagi lingkungan di level individu.
Kita bisa melawan krisis air dan menjaga ketersediaannya di masa mendatang hanya dengan bijak memilih pakaian.(*)
| Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual |
|
|---|
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|
| Desentralisasi Kehilangan Nafas: Ketika Uang Daerah Mengendap |
|
|---|
| Membedah Proses Kreatif Menulis KH Masrur Makmur |
|
|---|
| Transformasi Unhas, Melawan Kebencian dan Irasional |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.