Opini Tribun Timur
Reformasi Yes, Resetting No
wali kota menempatkan diri pemegang otoritas tunggal dan dapat melakukan apa saja terhadap anak buahnya sebagaimana handphone yang sementara ngadat.
Reformasi Yes, Resetting No
Oleh: DR Sawedi Muhammad
Sosiolog Universitas Hasanuddin
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR - Tulisan ini adalah tanggapan dari opini Prof Aminuddin Ilmar yang dimuat di harian Tribun Timur pada hari Rabu, tanggal 28 April 2021, Resetting Pemerintahan, Invasi dan Lompatan Penanggulangan Covid-19 atau Balas Jasa dan Balas Dendam.
Dalam tulisannya yang secara eksplisit menjustifikasi program resetting RT/RW yang dilakukan Wali Kota Makassar, Prof Aminuddin Ilmar menegaskan bahwa resetting pemerintahan sangat penting bagi wali kota atau gubernur untuk pencapaian visi-misi serta program kerja yang telah ditetapkan.
Menurut Prof Aminuddin Ilmar, resetting pemerintahan niscaya dilakukan dalam mempercepat reformasi birokrasi pemerintahan.
Caranya adalah dengan melakukan pemetaan jabatan melalui analisis jabatan agar diperoleh beban kerja setiap jabatan yang ada maupun kompetensi pemangku jabatan yang dibutuhkan.
Itulah yang disebut Prof Aminuddin Ilmar sebagai "the right men on the right place".
Baca juga: Resetting Pemerintahan,Inovasi dan Lompatan Penanggulangan Covid-19 atau Balas Jasa dan Balas Dendam
Baca juga: Resetting Makassar Recover
Tanpa merujuk ke literatur manapun, Prof Aminuddin Ilmar begitu percaya diri dengan konsep resetting pemerintahan yang diajukannya.
Ia begitu yakin konsep resetting pemerintahan sudah sejalan dengan program lelang jabatan untuk 51 Organisasi Perangkat Daerah, pergantian 15 Camat dan 150 Lurah, mem-PLT kan 6.000 ketua RT/RW serta pemangkasan tenaga honorer dari 8.000 menjadi 5.000 orang.
Konsep resetting pemerintahan, dikemukakan Prof Aminuddin Ilmar dalam kapasitasnya sebagai pakar hukum tata negara Universitas Hasanuddin.
Sayangnya, dalam mengemukakan argumentasinya tidak terlihat rujukan normatif yang khas pakar hukum tata negara dari istilah resetting pemerintahan.
Selain itu, definisi dan batasan serta cara melakukan resetting pemerintahan tidak dikemukakan secara komprehensif.
Prof Aminuddin Ilmar menganggap bahwa resetting pemerintahan hanya sebagai tools dalam mempercepat reformasi birokrasi pemerintahan melalui pemetaan jabatan, beban kerja jabatan, lelang jabatan, serta kompetensi pemangku jabatan yang dibutuhkan.
Pemahaman Keliru
Menurut saya terdapat beberapa kesalahpahaman yang perlu diluruskan.
Pertama, analogi resetting yang digunakan oleh wali kota maupun Prof Aminuddin Ilmar sebagai cara untuk mempercepat reformasi birokrasi pemerintahan sangat bertentangan dengan prinsip-prinsip pemerintahan yang baik (good governance).
Resetting sebagaimana analogi walikota adalah langkah yang dilakukan apabila handphone mengalami "hang" agar perangkat tersebut dapat berfungsi secara normal, menempatkan birokrasi dan masyarakat sebagai benda mati.