Opini Saiful Mangngenre
Tak Ada Negara Maju Tanpa Industri yang Maju
tidak ada ekonomi bertumbuh secara berkelanjutan tanpa industri berkelanjutan dan industri yang berkelanjutan adalah industri yang berdaya saing
Oleh: Dr Ir Saiful Mangngenre MT
Dosen Teknik Industri Universitas Hasanuddin
TRIBUN-TIMUR.COM - Indonesia tengah menaruh harapan besar pada kemajuandan pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan. Pemerintah berulang kali menargetkan pertumbuhan ekonmomi di atas 5 persen, menggaungkan transformasi ekonomi, dan memimpikan lompatan menuju negara maju.
Menteri keuangan yang baru membawa harapan baru yang optimis bahwa ekonomi Indonesia akan bertumbuh di atas 5 %, namun ada juga yang pesimis. Di balik narasi optimisme itu, terdapat kenyataan yang tak bisa diabaikanbahwa fondasi industri kita rapuh, kita tidak memiliki industri berdaya saing tinggi pada segmen pasar tertentusecara global yang mampu menjadi mesin perputaran ekonomi
Industri kita pada umumnya bergerak di hulu sebagaimemasok bahan baku di Industri maju pada negara maju, seperti tambang nikel, timah, tembaga, bauksit, minyakbumi, kakao, karet dengan nilai tambah yang relatif rendah pada kisaran 5-15?ri rantai nilai produk akhir.
Lalu sebagian lainnya bergerak di hilir sebagai perusahaan distributor dan pemasaran dari produk industri negara maju, namun sungguh ironis karena bahan bakunya dari Indonesia. Sangat disayangkan hal itu tidak pernah membuat kita sadar bahwa Indonesia juga mestinya bisa melakukannya seperti negara maju. Bedanya adalah negera maju konsisten dengan rencananya. Rencana memajukan industri telah dituliskan dalam Repelita ke 2 beberapa puluh tahun yang lalu
Tengok peralatan elektronik yang mengisi perabotan rumah tangga kita, smartphone yang ada di genggaman setiap warga, dan hampir semua jenis kendaraan yang memenuhi jalanan hingga macet. Proses produksi yang memberikan nilai tambah hingga 70 ?ri rantai nilai produk akhir adalah milik industri maju dari negara maju. Pertanyaannya mengapa bukan Indonesia yang menikmati perubahan nilai tambah yang demikian besar itu?
Pertumbuhan oleh komsumsi
Selama lebih dari satu dekade, pertumbuhan ekonomi Indonesia didorong oleh konsumsi rumah tangga yang mencapai lebih dari 50?ri produk domestik bruto (PDB). Ini artinya, ekonomi bertumbuh karena banyak belanja, bukan karena banyak memproduksi dengan nilai tambah yang tinggi. Setiap kali musim liburan, perayaan hari raya, atau akhir tahun tiba, roda ekonomi berputar lebih cepat, namun setelah euforia perayaan usai, grafik kembali melandai. Pertumbuhan seperti ini bukanlah tanda kekuatan ekonomi yang sesungguhnya, melainkan denyut sementara dari pola konsumsi musiman.
Negara yang bertumpu pada konsumsi tanpa basis industri yang berdaya saing ibarat rumah yang dibangun di atas pasir. Ekonomi Indonesia bisa tampak bertumbuh sesaat, tapi tak punya daya tahan. Ketika daya beli menurun, atau terjadi krisis global, fondasi ekonomi seperti itu mudah goyah. Ironisnya, Indonesia kini sering dipuji sebagai pasar besar Asia Tenggara dengan 280 juta penduduk dan kita bangga akan hal itu. Tapi tak satu pun negara maju yang tumbuh karena hanya karena menjadi tujuan pasar. Negara maju justru tumbuh karena menguasai teknologi, rantai pasok, dan mampu memberikan nilai tambah yang tinggi atas suatu barang yang diproduksi.
Realitasnya kita masih lebih banyak mengekspor bahan mentah ketimbang produk jadi. Sementara negara lain yang membeli bahan mentah kita dari nikel hingga kakao justru membangun industri yang menghasilkan nilai tambah yangtinggi dan menciptakan lapangan kerja, inovasi, sertadevisa berlipat ganda. Kini tiba saatnya kita sadar bahwa bangsa yang hanya menjual bahan mentah dan membeli barang jadi sesungguhnya sedang menjual masa depannya sendiri.
Negara Maju karena Industri Maju
Data menunjukkan bahwa kontribusi industri manufaktur terhadap PDB Indonesia terus mengalami penurunan, dari sekitar 30 % pada tahun 2000-an menjadi di bawah 19 % saat ini. Tentu saja hal ini tak boleh dipahami sekadar angka statistik, tapi melainkan sebagai alarm tanda bahaya deindustrialisasi dini.
Oleh karenanya, kita harus sadar tanpa industri berdaya saing, maka kita kehilangan satu mesin utama penggerak ekonomi, karena dengannya tercipta lapangan kerja produktif, Sektor industri manufaktur memiliki efek pengganda (multiplier effect) terbesar dibanding sektor lainkarena dapat menggerakkan sektor pertanian untuk kebutuhan pangan, jasa trasnportasi dan logistik untuk pengiriman barang-barang hasil produksi serta sektor energi untuk kebutuhan pasokan energi pada pabrik.
Tidak ada negara yang maju tanpa melewati fase industrialisasi. Kemajuan negara-negara di Eropa diawali revolusi industri pada abad ke 18. Jepang bangkit pascaperang melalui industri manufaktur presisi dan produk-produk permesinan. Industri otomotif mereka berdaya saing, merk seperti Toyota, Mitsubishi, Honda menguasai pasar.
| P3SRS Plaza Asia Selamatkan Uang Gedung Rp 8,45 Miliar dan Pangkas Tunggakan 80 Persen |
|
|---|
| Manchester City vs Dortmund: Reuni Haaland |
|
|---|
| Tanpa Beban! Nova Arianto Minta Garuda Asia Nikmati Debut Piala Dunia U-17 |
|
|---|
| 1000 Alquran Bahasa Makassar Bakal Dicetak Pascauji Validasi Publik |
|
|---|
| Kemendiktisaintek Terbitkan Empat SK Baru untuk Unismuh, Termasuk Program Studi Kedokteran Gigi |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.