Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Politik Nama di Negeri Jurnal

Sementara data Science and Technology Index (SINTA), Indonesia mencatat lebih dari 1,2 juta artikel ilmiah hingga pertengahan 2024.

Editor: Sudirman
Ist
OPINI - Muhammad Suryadi R Peneliti Parametric Development Center 

Indonesia, dengan dorongan obsesif terhadap indeks internasional, tanpa sadar menjadi pemasok data bagi kapitalisme akademik global.

Dalam sistem ini, pengetahuan bukan lagi dimiliki oleh komunitas ilmiah yang memproduksinya, melainkan oleh infrastruktur digital yang mengarsipkannya.

Dengan demikian, politik nama bukan sekadar praktik lokal yang tidak etis, tetapi bagian dari rantai panjang data colonialism yang menjadikan akademisi di negara berkembang sebagai subjek yang dieksploitasi dalam ekonomi pengetahuan global.

Krisis ini menuntut reformasi kebijakan yang melampaui administrative.

Kementerian Pendidikan Tinggi, Sains, dan Teknologi perlu meninjau ulang sistem penilaian akademik berbasis kuantitas. BAN-PT dapat menambahkan indikator kepatuhan etik publikasi dalam proses akreditasi.

Sementara BRIN bisa mengembangkan repositori nasional kontribusi penulis, agar publik dapat menilai transparansi dan tanggung jawab ilmiah dari setiap publikasi. Langkah-langkah ini penting, tetapi tidak cukup.

Tanpa perubahan paradigma, publikasi ilmiah akan tetap menjadi cermin paradoks, yakni semakin banyak artikel diterbitkan, semakin sedikit yang dipercaya.

Pengetahuan Naik, Kebenaran Turun

Budaya publish or perish telah membuat dunia akademik kehilangan arah. Teknologi digital memang memudahkan proses riset, tetapi sekaligus menciptakan tekanan untuk terus eksis dalam ruang pengetahuan yang serba cepat.

Dalam situasi ini, ilmuwan bisa produktif secara teknis, tapi miskin secara epistemik.

Mereka tahu cara menulis, tetapi lupa bagaimana mempertanyakan. Mereka tahu cara mencantumkan nama, tetapi lupa bagaimana membangun gagasan.

Inilah paradoks dunia akademik kita bahwa produktivitas meningkat, tapi makna hilang. Pengetahuan menjadi efisien, tapi kehilangan kebijaksanaan.

Krisis integritas akademik adalah refleksi dari hilangnya etos ilmiah, yakni keberanian berpikir dan kejujuran mengakui keterbatasan. Kampus-kampus modern seolah sibuk membangun menara reputasi, tetapi lupa membangun fondasi moralnya.

Reformasi publikasi harus dimulai dari kesadaran sederhana, yaitu ilmu bukan sekadar data, tetapi nurani yang berpikir.

Tanpa kesadaran ini, dunia akademik akan terus mencetak nama tanpa makna, penulis tanpa gagasan, dan riset tanpa kejujuran.

Menata ulang tata kelola publikasi bukan semata urusan administrasi, melainkan cara memulihkan martabat ilmu pengetahuan.

Hanya ketika pengetahuan dikembalikan pada etika, kampus dapat kembali menjadi rumah bagi kebenaran bukan pabrik reputasi.

Sumber: Tribun Timur
Halaman 3/3
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved