Ngopi Akademik
Belajarlah Sampai Negeri Arab
Dari perspektif Sosiologi prosesi dibalik pakaian ihram dan lantunan doa, tersimpan banyak dinamika sosial.
Dalam rombongan, ada yang berperan mengatur jadwal terutama dari pihak travel juga membimbing doa dan mengantar ziarah ke tempat tertentu yang miliki nilai historis.
Masing-masing jamaah menjalankan fungsinya, dan dari situ terbentuk harmoni sosial yang memungkinkan rombongan berjalan tertib meski regulasi pemerintah Indonesia sudah membuka ruang bagi mereka yang rencana UMROH mandiri.
Tanpa kesadaran kolektif seperti ini, perjalanan UMROH bisa berubah menjadi kekacauan kecil akibat ego dan perbedaan kepentingan yang sifatnya mendesak.
Paling menarik perhatian adalah solidaritas jamaah sering diuji justru hal-hal kecil dan sepele seperti ketika antri di ruang makan, di toilet, berebut tempat duduk di bus, atau berbagi ruang sempit di Masjidil Haram saat shalat jamaah.
Di sinilah nilai kesabaran, empati, dan tenggang rasa menjadi bentuk nyata dari ibadah sosial.
Sebab UMROH bukan hanya menempuh jarak geografis, tetapi juga perjalanan menundukkan ego dan belajar memahami karakter orang lain lintas negara dan benua.
Ketika menjalankan ibadah UMROH kita bisa melihat bagaimana interaksi sosial selama UMROH melahirkan hubungan yang bertahan lama.
Banyak jamaah yang sepulang ke tanah air tetap menjaga silaturahmi, membentuk grup kajian, bahkan mengembangkan kegiatan sosial bersama.
Ini menunjukkan bahwa solidaritas yang terbentuk di Tanah Suci bisa menjadi modal sosial baru dimana mereka bisa memperluas jaringan keagamaan dan kedermawanan di masyarakat.
Meski diakui bahwa solidaritas itu tidak selalu mulus. Perbedaan status sosial masih sering muncul yang justru stratifikasi di antara mereka dari kelas atas, menengah dan kelas bawah terasa.
Latar belakang dan motif jamaah yang datang dari kalangan ekonomi mapan, ada pula yang mengandal hasil tabungan selama bertahun-tahun untuk bisa berangkat.
Dalam kondisi tertentu, jarak sosial ini menimbulkan kesenjangan simbolik, misalnya dalam pilihan hotel, makanan, atau gaya berpakaian.
Di sini tampak bahwa bahkan dalam ruang ibadah, struktur sosial duniawi tetap membayangi pengalaman religius.
Karena itu, UMROH juga bisa dibaca sebagai proses pembelajaran sosial tentang bagaimana individu menegosiasikan perbedaan ini berdamai dengan keadaan.
Setiap interaksi menjadi cermin dari karakter sosial kita, apakah kita sabar, empatik, atau justru menonjolkan keakuan.
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/Rahmat-Muhammad-12.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.