Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Ngopi Akademik

Orang Bijak Taat Pajak

Demikian pula di Kabupaten Bone (Sulawesi Selaran), aksi protes juga terjadi hingga sempat ricuh di depan kantor bupati.

Editor: Sudirman
Rahmat Muhammad
OPINI - Rahmat Muhammad Ketua Prodi S3 Sosiologi Unhas 

Oleh: Rahmat Muhammad

Ketua Prodi S3 Sosiologi Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Slogan ini sudah familiar bagi masyarakat Indonesia,  ajakan yang sangat humanis namun berbeda dengan fakta di lapangan, ketika beberapa daerah masyarakatnya melakukan penolakan terhadap upaya pemerintah daerah menaikkan pajak.

Akibatnya kerusuhan tak terhindarkan di daerah tersebut atas kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) P2, yang akhirnya membuat warga protes besar-besaran.

Bahkan, di Kabupaten Pati (Jawa Tengah) massa demonstran sampai melibatkan puluhan ribu orang dan berujung pada pencabutan kebijakan.

Demikian pula di Kabupaten Bone (Sulawesi Selaran), aksi protes juga terjadi hingga sempat ricuh di depan kantor bupati.

Di Pati, pajak dinaikkan sampai 250 persen lewat Peraturan Bupati Nomor 17 Tahun 2025. Alasan pemerintah karena penyesuaian sudah 14 tahun tidak pernah dilakukan, sementara kebutuhan pembangunan makin besar (mulai dari rumah sakit sampai infrastruktur jalan).

Tapi buat masyarakat, kenaikan sebesar itu terasa terlalu mendadak dan memberatkan. Tidak heran kalau protes cepat meluas. Bahkan, tuntutannya bukan lagi soal pajak, tapi sampai meminta bupati mundur.

Sementara di Bone, kabarnya pajak naik sampai 300 % meski kemudian dibantah oleh pemerintah setempat yang mengatakan kenaikannya sebenarnya sekitar 65 % karena penyesuaian nilai tanah, tapi tetap saja warga merasa keberatan.

Informasi yang simpang siur memperkeruh suasana, dan akhirnya demo pun pecah pada 19 Agustus 2025. Akhirnya, Pemkab Bone memutuskan menunda kenaikan itu untuk dievaluasi lagi.

Kalau dilihat dari kasus Pati dan Bone, hal ini menunjukkan sesuatu yang relatif sederhana yaitu pada dasarnya masyarakat bisa menerima pajak, tapi tidak bisa menerima jika kenaikannya dianggap tidak wajar, apalagi tidak dikomunikasikan dengan baik.

Warga ingin tahu ke mana uang pajak itu? Apakah benar kembali dalam bentuk pelayanan publik, atau justru hilang entah ke mana yang potensi disalahgunakan.

Kedua daerah ini dapat juga memberi indikasi bahwa bupatinya tidak mengakar di tengah masyarakat yang dipimpinnya, secara umum kewibawaan pemerintah daerah yang dipimpin oleh bupati kharismatik tidak akan melakukan aksi vandalisme yang berlebihan dengan cara melempar aparat & merusak kantor bupati patut jadi introspeksi tersendiri.

Jika ditelusuri lebih jauh kebijakan kenaikan pajak sesungguhnya bukan tanpa alasan dari pemerintah kabupaten di setiap daerah karena menyesuaikan dengan perubahan Pajak dan restribusi daerah yang diawali dengan lahirnya UU Nomor 1 tahun 2022 tentang hubungan keuangan Pemerintah Pusat dan Daerah.

Di mana di dalamnya mengatur pendapatan daerah melalui Pajak dan retribusi daerah termasuk peralihan Pajak pungutan tambahan pajak menurut persentase tertentu (Opsen) Pajak Kendaraan Bermotor (PKB) dan Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor (BBNKB) dari Provinsi ke daerah Kabupaten Kota. 

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved