Opini
Survei Abal-abal Merusak Masa Depan Unhas
Pertarungan kursi rektorat dianggap sebagai pergulatan masa depan institusi, namun muncul kabut keraguan ketika sebuah artikel \
Benda, dalam bukunya yang terbit pada 1927, mengecam para intelektual yang meninggalkan peran suci mereka yakni mencari kebenaran, keadilan, dan nilai-nilai universal untuk terjun dan melayani kepentingan politik, nasionalisme, passion kolektif, dan kekuasaan yang sempit.
Sebuah narasi yang dibangun di atas fondasi data yang rapuh, apalagi yang dimanipulasi, pada hakikatnya adalah sebuah istana pasir yang siap runtuh diterjang gelombang pertanyaan kritis.
SurveI yang dilakukan oleh lembaga surveI itu, dengan demikian, berpotensi bukan menjadi jendela yang membeberkan fakta, melainkan cermin yang memantulkan kepentingan tertentu.
Ia berisiko mengubah arena pemilihan rektor, yang seharusnya menjadi tempat gagasan yang brilian saling bertarung secara sehat, menjadi sebuah panggung sandiwara di mana persepsi direkayasa dan opini dibentuk melalui cara-cara yang justru tidak ilmiah.
Baca juga: Transformasi Unhas, Melawan Kebencian dan Irasional
Politik kampus pun tereduksi menjadi sekadar soal elektabilitas semu, yang diukur oleh instrumen yang tidak jelas, bukan pada kedalaman pikiran dan integritas moral.
Padahal, dalam kesunyian ruang kuliah dan laboratorium, yang sesungguhnya dibutuhkan adalah pemimpin yang mampu membangkitkan gairah keilmuwan, bukan sekadar pemenang dalam sebuah kontes popularitas.
Oleh karena itu, sikap kita sebagai bagian dari komunitas akademik entah sebagai mahasiswa, dosen, tenaga kependidikan, atau alumni haruslah merupakan sikap yang lahir dari semangat keilmuan itu sendiri sebuah sikap kritis yang syahdu.
Syahdu, karena ia bukan tentang kemarahan atau sikap sinis, melainkan tentang sebuah kesedihan yang produktif.
Kesedihan melihat ranah intelektual yang seharusnya suci dari kepentingan sempit, dikotori oleh permainan opini dan manipulasi data yang tidak bertanggung jawab.
Kritis, karena itulah senjata utama yang diajarkan oleh pendidikan tinggi kepada kita.
Kita harus mempertanyakan, menyelidiki, dan menuntut transparansi.
Kita harus menolak untuk menelan mentah-mentah setiap informasi, betapapun menariknya narasi yang disuguhkan.
Daripada terbuai oleh angka-angka survei yang tak jelas asalnya, alangkah baiknya kita mengalihkan energi untuk menyimak langsung visi dan misi para calon, menganalisis rekam jejak mereka, dan terlibat dalam diskusi-diskusi substantif.
Suara kita sebagai komunitas kampus seharusnya lahir dari pertimbangan yang rasional dan mendalam, bukan dari pengaruh narasi media yang mungkin saja dibayangi oleh kepentingan di balik layar.
Pada akhirnya, masa depan Unhas terlalu berharga untuk digadaikan pada sebuah artikel dan "survei" yang meragukan.

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.