Opini
Integritas dan Bahaya Kampanye Hitam dalam Kontestasi Akademik
Dalam setiap episode kontestasi kepemimpinan, baik di ranah politik praktis maupun dunia akademik, esensi
Ambisi kekuasaan yang tidak terkontrol seringkali membutakan mata hati, membuat aktornya merasa bahwa menghalalkan segala cara adalah prasyarat kemenangan.
Mereka mengabaikan etika, moralitas, dan bahkan tidak percaya takdir dari sebuah proses yang lurus; bagi mereka, kegagalan dalam proses yang jujur dianggap sebagai aib yang harus dihindari dengan cara apa pun, bahkan jika itu harus merusak iklim akademik secara permanen.
Pada akhirnya, motif ini terwujud karena gagal memahami aturan main modern.
Baca juga: Universitas Hasanuddin, Menuju Puncak Benua Maritim Indonesia 2026-2030
Dalam tata kelola PTN-BH, kinerja diukur melalui metrik global: publikasi, WCU ranking, kemandirian finansial, dan akuntabilitas digital.
Pihak yang tidak mengerti atau tidak mampu mencapai metrik ini seringkali mencoba memaksa kehendak dengan menggiring isu keluar dari ranah data ke ranah emosi dan politik instan.
Dampak dari kampanye hitam jauh lebih berbahaya daripada sekadar menggagalkan seorang kandidat, sebab praktik ini menggerogoti jiwa sebuah institusi secara sistematis.
Bahaya yang paling fatal adalah erosi kepercayaan kolektif, di mana kampanye hitam menanamkan benih skeptisisme mendalam di kalangan civitas akademika dan stakeholder eksternal.
Ketika fakta dan fiksi sengaja dicampuradukkan, kepercayaan terhadap hasil evaluasi, kinerja, dan bahkan proses pemilihan itu sendiri akan luntur.
Keraguan ini merusak kohesi internal yang sangat dibutuhkan untuk mencapai visi besar World Class University.
Selain itu, kampanye hitam menyebabkan destabilisasi dan distraksi energi.
Energi kolektif yang seharusnya diarahkan pada inovasi, riset, dan pengabdian masyarakat akhirnya terkuras untuk merespons dan membersihkan fitnah yang disebarkan. Institusi kehilangan fokus, dan momentum transformasi yang vital terancam terhenti.
Paling mendasar, hal ini berujung pada penurunan martabat akademik.
Ketika panggung pemilihan Rektor didominasi oleh intrik, fitnah, dan narasi kebencian, martabat universitas sebagai menara ilmu pengetahuan merosot tajam.
Universitas, yang seharusnya menjadi teladan integritas, justru menjadi contoh buruk praktik politik kotor yang tidak beradab.
Contoh nyata kampanye hitam dalam konteks akademik seringkali muncul dalam bentuk distorsi data kinerja misalnya, sengaja menyebarkan data yang kadaluwarsa atau memanipulasi angka publikasi untuk menuding kegagalan atau berupa karakter asasinasi (character assassination) menyerang aspek pribadi atau keluarga seorang tokoh untuk mengalihkan perhatian dari capaian profesionalnya.
Baca juga: Transformasi Unhas, Melawan Kebencian dan Irasional

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.