Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Pengamat Ekonomi Unhas: Kebijakan Purbaya Perkuat Ekonomi Nasional

Kebijakan ekonomi yang digagas Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa dinilai memperkuat fondasi ekonomi nasional yang mandiri.

|
Penulis: Rudi Salam | Editor: Abdul Azis Alimuddin
TRIBUN-TIMUR.COM
SUKU BUNGA KREDIT - Wakil Ketua Umum Kadin Sulsel Satriya Madjid (tengah) dan Pengamat Ekonomi Unhas Prof Marsuki DEA (kiri), saat mengisi podcast Tribun Business Forum yang disiarkan melalui YouTube Tribun Timur, Rabu (29/10/2025). Pengusaha minta pemerintah turunkan suku bunga kredit agar gerakkan sektor riil. 

Kita memang harus jujur mengakui bahwa ekspor kita belum banyak berasal dari produk olahan yang maju.

Sebagian besar masih berupa setengah olahan atau bahkan produk mentah yang sifatnya sangat konvensional.

Meski begitu, ekspor dari sektor tambang sebenarnya masih menjadi tulang punggung utama.

Kalau kita lihat, misalnya di wilayah Sulawesi Selatan, porsi ekspor dari sektor tambang mencapai hampir 60 persen dari total neraca perdagangan daerah.

Namun, pertanyaannya: siapa yang benar-benar menikmati hasil dari ekspor itu? Uang hasil ekspor itu memang tercatat besar, tetapi sebagian besar kembali ke para pengusaha, yang ironisnya, bukan pengusaha nasional.

Memang tenaga kerja di lapangan adalah orang Indonesia, tapi keuntungan besar dari ekspor itu tidak masuk ke dalam ekonomi bangsa.

Di situlah letak ironi dan kelemahan kita. Kita mencatat ekspor besar, tapi nilai ekonominya justru mengalir ke luar negeri.

Saya sering mengkritisi hal ini bahwa angka PDB kita tampak tinggi, tapi kontribusi riil terhadap kesejahteraan nasional sangat kecil.

Karena ketika kita pilah, berapa sebenarnya yang diterima oleh bangsa sendiri, hasilnya sangat rendah.

Jadi, hilirisasi yang diinginkan pemerintah seharusnya adalah hilirisasi yang dikelola oleh anak bangsa sendiri, bukan hanya memindahkan proses dari luar negeri ke dalam negeri tapi tetap dikendalikan pihak asing.

Karena kalau mesin, teknologi, dan modalnya semua masih didatangkan dari luar, kita tetap tidak mendapatkan nilai tambah yang sesungguhnya.

Inilah tantangan besar kita ke depan bagaimana memastikan hasil ekspor dan proses hilirisasi benar-benar memberi manfaat bagi bangsa sendiri, bukan hanya menjadi catatan angka di neraca perdagangan.

Satrya Madjid:

Ya, memang saya melihat ada sedikit anomali di lapangan. Permintaan rumput laut di luar negeri justru menurun, tapi harga rumput laut di dalam negeri malah naik.

Ini agak membingungkan, karena secara logika, kalau permintaan turun, harga mestinya ikut turun.

Tapi faktanya tidak begitu. Nah, ini menunjukkan bahwa ada dinamika atau mungkin kebijakan tertentu yang belum transparan di balik perdagangan komoditas ini.

Namun, fenomena itu hanya satu contoh kecil dari masalah struktur ekspor kita yang lebih besar.

Seperti yang saya sampaikan sebelumnya, keuntungan ekspor, terutama di sektor pertambangan, belum sepenuhnya dinikmati oleh bangsa sendiri.

Yang dominan masih investor asing, sementara kita hanya menjadi pelaksana di lapangan.

Sekarang bayangkan kalau situasinya bisa berbalik, hasil tambang dan sumber daya alam kita diolah sendiri di dalam negeri, melalui hilirisasi yang benar-benar dilakukan oleh anak bangsa.

Smelter dibangun dengan modal dan tenaga lokal, investasi datang dari kita sendiri.

Maka keuntungan dan nilai tambahnya akan jauh lebih besar, karena dana, teknologi, dan hasil akhirnya tetap berputar di dalam negeri.

Saya yakin, anak-anak bangsa kita sangat mampu. Kita punya banyak insinyur hebat yang bahkan diakui dan dihargai di luar negeri.

Mereka betah di sana bukan karena tidak cinta tanah air, tapi karena karya dan kompetensinya dihargai secara layak.

Kalau negara bisa menciptakan ruang dan penghargaan yang sama di sini, saya percaya mereka akan pulang dan ikut membangun Indonesia.

Itulah saya sebut sebagai kesadaran kolektif kebangsaan.

Bukan hanya tanggung jawab pemerintah, tapi juga seluruh elemen bangsa, akademisi, pengusaha, profesional, hingga diaspora Indonesia di luar negeri.

Semua harus punya semangat merah putih untuk membangun kemandirian ekonomi bangsa.

Dan saya melihat semangat nasionalisme itu sudah mulai ditunjukkan oleh Pak Prabowo.

Dalam beberapa kunjungan ke luar negeri, beliau menunjukkan posisi Indonesia yang strategis, ingin menegaskan bahwa kita bukan bangsa yang bisa dianggap kecil.

Sekarang tantangannya, bagaimana kita yang di dalam negeri ini ikut memperkuat semangat itu, dengan bekerja nyata, membangun industri kita sendiri, dan memberi ruang kepada anak-anak bangsa untuk membuktikan kemampuan mereka.

Apa yang ingin disampaikan kepada pemerintah, masyarakat, dan pelaku usaha?

Prof Marsuki:

Pertama, saya ingin menyampaikan rasa salut dan apresiasi terhadap arah kebijakan ekonomi pemerintah yang saat ini menurut saya berbasis nasionalisme.

Artinya, kebijakan yang ditempuh sudah mengarah pada upaya memberdayakan potensi ekonomi nasional dan daerah.

Kalau kita melihat dari asas dan cita-cita bangsa, sudah tergambar jelas bahwa Indonesia ini negara pertanian, negara yang harus mandiri dalam pangan, energi, kesehatan, dan pendidikan.

Sekarang semua itu mulai di-backup oleh kebijakan ekonomi yang relevan. Namun, saya melihat tantangan kita ada pada koordinasi kebijakan.

Secara struktur, kendali ekonomi nasional dipegang oleh Kementerian Keuangan, didukung oleh otoritas moneter dan kementerian sektoral.

Tapi dalam praktiknya, keseimbangan antar-lembaga ini belum sepenuhnya berjalan sinergis.

Ada yang perannya terlalu kuat, ada yang justru kurang optimal. Nah, ini perlu dibenahi supaya kebijakan ekonomi bisa berjalan serentak dan saling memperkuat.

Saya juga menilai bahwa Presiden sudah sangat jelas arah kebijakannya.

Tinggal bagaimana para pelaku ekonomi, terutama pengusaha, bisa berperan lebih aktif.

Karena pengusaha adalah motor utama pembangunan ekonomi nasional.

Sementara masyarakat, sebagai konsumen, juga punya peran penting dalam menjaga perputaran ekonomi di bawah.

Di sisi lain, lembaga legislatif juga harus menempatkan diri sebagai bagian dari rakyat dan pemerintah yang diamanahkan untuk membangun bangsa.

Jangan sampai muncul kesan bahwa DPR berada di luar sistem, seolah terpisah dari tanggung jawab pembangunan.

Kalau ada friksi antara lembaga-lembaga negara, jangan dijauhkan, tapi dicari titik temunya.

Karena hanya dengan sinergi dan rasa saling percaya, baik antar lembaga negara maupun antara pemerintah dan dunia usaha, maka stabilitas ekonomi nasional bisa terjaga.

Dari situ pula akan tumbuh kepercayaan investor, baik dari dalam maupun luar negeri.

Jadi, harapan saya sederhana, mari kita jalankan kebijakan ekonomi nasional ini dengan semangat kebersamaan, saling dukung, dan tetap berpijak pada nilai-nilai nasionalisme ekonomi Indonesia.

Satrya Madjid:

Dalam kondisi global yang tidak menentu, kita memang membutuhkan sosok-sosok seperti Pak Purbaya di berbagai kementerian strategis untuk memperkuat dan mensupport pemerintahan Presiden Prabowo.

Arah kebijakan pemerintah saat ini sudah jelas, yaitu nasionalisme dan kemandirian bangsa. Kita ingin membangun kekuatan ekonomi dari dalam, memanfaatkan potensi anak bangsa sendiri.

Namun, untuk mewujudkan hal itu, kita butuh pemimpin di setiap sektor strategis yang memiliki semangat dan keberanian seperti Pak Purbaya.

Pemimpin yang tidak hanya pandai merancang kebijakan, tetapi juga memahami kondisi nyata di lapangan.

Kami berharap Pak Purbaya bisa turun langsung menemui para pelaku usaha di berbagai daerah, agar dapat melihat sendiri situasi ekonomi riil yang dihadapi dunia usaha.

Dengan begitu, kebijakan yang lahir akan lebih tepat sasaran, berpihak pada kepentingan nasional, dan benar-benar mendorong pertumbuhan ekonomi yang mandiri.(rudi salam)

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved