Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

LAPAR: Bawaslu Lupa Induknya, Anak Durhaka

Muh Iqbal Latif, menilai peran Bawaslu dalam menjaga demokrasi yang sehat, belum terlihat jelas.

Penulis: Muslimin Emba | Editor: Ansar
Tribun-Timur.com
DISKUSI BAWASLU - Suasana diskusi penguatan Kelembagaan di kantor Bawaslu Kota Makassar, Jl Letjen Hertasning, Kecamatan Rappocini, Senin (3/11/2025). Mengusung tema "Optimalisasi peran Stakeholder Pengawasan Partisipatif menuju Penguatan Struktur Kelembagaan Penyelenggara Pengawas Pemilu". (Dok. Tribun-Timur.com/Muslimin Emba) 

Selama ini, lanjut Karim, agenda pengawasan dikelolah dengan paradigma tak relevan dengan kebutuhan.

"Boleh dibilang, krisis paradigmatik. Ini problem serius," ucapnya.

Agenda pengawasan yang dikelolah denhan paradigma "birokrasi kaffah" berdampak pada kerja-kerja pengawasan menyerupai kerja-kerja dinas. 

"Bawaslu harus merevisi itu dan membangun inovasi dalam memulai pekerjannya dengan membangun paradigma yang relevan," jelasnya.

Salah satunya dengan paradigma “Asumsi”.

Asumsi kata Karim, adalah dugaan yang diterima sebagai dasar atau landasan berpikir yang dianggap benar.

Asumsi juga bisa diartikan sebagai keyakinan yang tak perlu diteliti.

Asumsi berbeda dengan opini, karena asumsi lebih bisa dibuktikan, sedangkan opini hanya sebatas pandangan subjektif seseorang.

"Asumsi memiliki beberapa fungsi, di antaranya; sebagai andaian terhadap objek empiris untuk memperoleh pengetahuan atau kenyataan," terang Karim.

"Sebagai landasan berpikir dan bekerja. Sebagai kesimpulan yang bisa dipengaruhi oleh data yang mendukung," sambungnya.

Adapun asumsi yang perlu dikembangkan Bawaslu kata Karim adalah "Asumsi Kecurigaan".

"Ini harus menjadi paradigma pengawasan di Bawaslu," tuturnya.

 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved