Buruh Kiba
Buruh KIBA Kalah Gugatan, Praktik Kerja 12 Jam Dianggap Sah oleh Hakim
Putusan PHI Makassar soal 20 buruh KIBA dinilai langgar UU. Praktik kerja 12 jam dan lembur murah dibenarkan hakim.
Ringkasan Berita:
- Majelis Hakim PHI Makassar menolak gugatan rekonvensi 20 buruh PT Huadi Nickel Alloy dalam perkara Nomor 30/Pdt.Sus-PHI/2025/PN.Mks.
- Putusan ini dinilai bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan, karena membenarkan sistem kerja 12 jam dan upah lembur di bawah standar.
- Putusan ini dikhawatirkan menjadi preseden buruk bagi perlindungan buruh di sektor industri nikel.
TRIBUN-TIMUR.COM, MAKASSAR – Majelis Hakim Pengadilan Hubungan Industrial (PHI) Makassar menolak seluruh gugatan rekonvensi 20 buruh PT Huadi Nickel Alloy Indonesia dalam perkara Nomor 30/Pdt.Sus-PHI/2025/PN.Mks.
Putusan ini diputus Djulita Tandi Massora sebagai Hakim Ketua, serta Sibali dan Abdi Pribadi Rahim sebagai Hakim Anggota, Senin (3/11/2025).
Putusan ini dinilai bertentangan dengan ketentuan Undang-Undang Ketenagakerjaan.
Majelis Hakim dinilai tidak mempertimbangkan secara adil keterangan saksi dan ahli yang dihadirkan oleh buruh.
“Putusan ini membenarkan praktik kerja 12 jam dengan upah lembur di bawah aturan hukum,” ujar Hasbi Asiddiq, pendamping hukum buruh Kawasan Industri Bantaeng (KIBA), Senin (3/11/2025).
Hasbi Asiddiq merupakan pendamping hukum buruh KIBA dari LBH Makassar.
Majelis Hakim menyatakan buruh berstatus tetap (PKWTT) dan menyetujui Perjanjian Bersama sebagai dasar penyelesaian PHK dan hak-hak lainnya.
Padahal, menurut ahli dan mediator, Perjanjian Bersama hanya mengikat pada perselisihan PHK.
Ahli hukum ketenagakerjaan, Nabiyla dari Fakultas Hukum UGM, menegaskan istilah “insentif” yang digunakan perusahaan seharusnya dikategorikan sebagai upah lembur.
“Tidak dikenal istilah insentif. Itu adalah upah lembur ketika buruh bekerja lebih dari 8 jam,” ujarnya.
Surat penetapan dari Pengawas Disnaker Provinsi Sulsel juga dinyatakan tidak mengikat oleh hakim karena tidak melibatkan perusahaan.
Namun, saksi Andi Sukri menyebut pihaknya telah menyurati dan menghubungi perusahaan empat kali tanpa respons.
Baca juga: Buruh KIBA Menang di Sidang Rakyat: Kami Bukan Angka Investasi
Sekjen Serikat Buruh Industri Pertambangan dan Energi (SBIPE) Bantaeng, Abdul Habir, memaparkan selisih upah lembur yang dibayarkan perusahaan jauh di bawah ketentuan PP 35 Tahun 2021.
“Perusahaan hanya bayar Rp12.000 per jam, padahal seharusnya Rp34.682. Selisihnya Rp22.682 per jam,” jelasnya.
Majelis Hakim juga tidak mempertimbangkan memo internal perusahaan yang menetapkan insentif 40 persen sebagai pengganti lembur.
Padahal, menurut Undang-Undang Cipta Kerja, kesepakatan pengupahan yang lebih rendah dari ketentuan hukum dinyatakan batal demi hukum.
Putusan ini disebut akan berdampak luas terhadap buruh di sektor industri nikel, khususnya di Sulawesi Selatan.
Majelis Hakim dinilai gagal melihat ketidakadilan dan melegitimasi pelanggaran hak-hak ketenagakerjaan. (*)

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.