Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Siapa Dalang Kerusuhan 298

Demonstrasi Jadi Amuk Massa, Prof Tahir Kasnawi: Demokrasi Kita Tak Bisa Lagi Dikendalikan

Hal itu disampaikan dirinya saat Dialog Forum Dosen dengan Tema 'Pemulihan Bangsa' di Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Kota Makassar.

Penulis: Renaldi Cahyadi | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM/Renaldi Cahyadi
FORUM DOSEN : Guru besar Universitas Hasanuddin (Unhas), Prof Tahir Kasnawi, saat Dialog Forum Dosen di Kantor Tribun Timur, Jl Cendrawasih, Kota Makassar, Rabu (3/9/2025). Prof Kasnawi sebut Trias Politica tak benar-benar terpisah di Indonesia. 

Kondisi itu diperparah dengan berbagai fasilitas yang diberikan kepada parlemen sehingga menimbulkan kesan “dibujuk” oleh kekuasaan. 

“DPR mendapat begitu banyak fasilitas, sementara masyarakat justru makin kehilangan kepercayaan. Padahal DPR adalah representasi rakyat,” kata dia.

Prof Kasnawi memperingatkan, jika tidak ada perubahan signifikan pada sistem politik dan pemilu, Indonesia akan terus menghadapi masalah serupa. 

“Kalau sistem pemilu tidak direvisi secara signifikan untuk mendukung pemisahan kekuasaan, kita akan terus terjebak pada persoalan yang sama. Kapal besar ini bisa tenggelam kalau tidak ada upaya penyelamatan yang serius,” jelasnya.

Sementara itu, Moderator Forum Dosen, Adi Suryadi Culla, menyampaikan rasa keprihatinan para akademisi atas situasi nasional saat ini. 

“Hari ini sesuai dengan tujuan pertemuan, kita akan membahas perkembangan yang dihadapi negeri. Kita selaku akademisi prihatin dengan situasi ini, bahkan mungkin tidak terduga bisa sefatal itu,” katanya.

Ia menilai, gejolak sosial yang terjadi beberapa bulan terakhir tidak lepas dari reaksi masyarakat di berbagai daerah dan kritik di tingkat nasional. 

“Sudah jelas ada ketidakpuasan masyarakat. Namun, mungkin pemerintah kurang sensitif mengantisipasi lebih dini. Proses dialogis yang tersumbat akhirnya memicu letupan sosial,” ungkapnya.

Adapun kata Adi, fenomena saat ini sulit disamakan dengan peristiwa reformasi 1998 maupun penolakan terhadap Omnibus Law. 

“Sebagian orang bingung, mau disamakan dengan 1998 tidak bisa, dengan Omnibus Law juga tidak bisa," ungkapnya.

"Inilah yang kita bahas bersama agar bisa mendapat perspektif dan solusi sesuai sistem yang ada,” tambah dia.(*)

 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 2/2
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved