DPRD Luwu Timur Dinilai Lamban Bentuk Tim Audit Investigasi Sewa Lahan Pemkab - PT IHIP
Aliansi Masyarakat Luwu Timur (AMLT) menilai lembaga legislatif itu ingkar janji karena tak kunjung membentuk Tim Audit Investigasi
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Alfian
TRIBUN-TIMUR.COM, LUWU TIMUR - Kinerja Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Luwu Timur, Sulawesi Selatan, dalam mengawasi aset daerah kembali disorot tajam.
Aliansi Masyarakat Luwu Timur (AMLT) menilai lembaga legislatif itu ingkar janji karena tak kunjung membentuk Tim Audit Investigasi terkait sewa lahan kompensasi milik pemerintah kabupaten kepada PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP).
Padahal, kesepakatan pembentukan tim itu telah disampaikan DPRD saat menerima aspirasi AMLT sebulan lalu.
Namun, hingga kini realisasinya nihil.
"Sudah hampir sebulan, tapi belum ada kejelasan. Kami mengingatkan para anggota dewan agar tidak pura-pura lupa dengan janji yang sudah mereka buat," tegas Aktivis AMLT, Jumail Sempo, Selasa (11/11/2025).
Jumail menjelaskan, tim investigasi ini krusial untuk mengurai sengkarut sewa lahan kompensasi DAM Karebbe.
Fokus utamanya adalah mempertanyakan status lahan dan dasar penentuan nilai sewa oleh Pemkab Luwu Timur.
Baca juga: 2 Bulan Pasca Kebocoran Pipa PT Vale Minyak Masih Mengaliri Sawah, SORAK: Mana Tanggung Jawabnya
Ia menyoroti keputusan pemkab yang memilih harga sewa minimal, padahal ada opsi harga maksimal.
"Kepala BPKD Lutim, Pak Ramadhan, pernah bilang ada dua opsi harga sewa. Tapi Pemkab malah pilih yang minimal. Ini perlu diaudit agar publik tahu alasan sebenarnya," ujarnya.
Kejanggalan Tim Appraisal
AMLT juga mendesak agar hasil penilaian tim appraisal (penilai) yang digunakan pemkab dikaji ulang.
Jumail mencium kejanggalan serius, karena lahan produktif tersebut dikategorikan sebagai lahan kosong.
Menurutnya, kategorisasi itu tidak logis.
Di lapangan, lahan tersebut berisi banyak kebun warga dan secara legal telah ditetapkan sebagai kawasan industri.
"Kalau lahannya sudah berstatus kawasan industri, jelas nilainya lebih tinggi. Jadi aneh kalau dikategorikan lahan kosong dan disewakan dengan harga murah," tambah Jumail.
Pihaknya mengingatkan DPRD agar tidak mengabaikan persoalan ini.
Di tengah status Luwu Timur sebagai magnet investasi, transparansi pengelolaan aset daerah menjadi mutlak untuk mencegah potensi kerugian.
"Jangan sampai aset daerah disewakan murah, apalagi kalau nanti ada indikasi penyimpangan," ucapnya.
AMLT memberi tenggat waktu bagi DPRD untuk bertindak.
Jika janji pembentukan tim audit tidak segera direalisasikan, mereka mengancam akan menggelar aksi massa yang lebih besar.
"Kalau DPRD masih diam, kami siap kembali turun dan menduduki kantor dewan. Ini bukan ancaman kosong, tapi bentuk kekecewaan atas janji yang tidak ditepati," tandasnya.
Sebagai informasi, tuntutan audit ini mencuat setelah publik mempertanyakan proses dan nilai sewa lahan Pemkab Lutim kepada PT IHIP.
Lahan tersebut merupakan aset daerah yang berasal dari kompensasi proyek PLTA Karebbe milik PT Vale Indonesia (INCO) pada 2006.
Mengurai Simpul Vale, Huayou, dan IHIP di Balik Polemik Lahan Industri Luwu Timur
Rencana besar pembangunan kawasan industri nikel di Luwu Timur, Sulawesi Selatan, tersandung sorotan publik.
Perhatian tertuju pada simpul bisnis yang kompleks antara tiga aktor utama, yakni PT Vale Indonesia Tbk (INCO), Zhejiang Huayou Cobalt Co. Ltd. (Huayou), dan PT Indonesia Huali Industrial Park (IHIP).
Sejauh mana kaitan ketiga entitas ini dalam polemik sewa lahan 394,5 hektare milik Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Luwu Timur yang dinilai janggal?.
Polemik ini memanas setelah Pemkab Luwu Timur meneken kerja sama dengan PT IHIP di Jakarta Selatan, 24 September 2025.
Perjanjian itu memberikan hak pengelolaan (HPL) lahan di Desa Harapan, Malili, kepada IHIP selama 50 tahun, hingga 2075.
Nilai sewa awal yang hanya Rp4,445 miliar untuk lima tahun pertama menuai kritik tajam.
Sejumlah kalangan menilai harga tersebut terlalu rendah dan prosesnya tidak transparan untuk aset daerah di lokasi strategis.
Ekosistem yang Tak Terpisahkan
Direktur The Sawerigading Institute (TSI), Asri Tadda, menilai publik sulit memisahkan peran ketiga entitas ini.
Menurutnya, IHIP, Huayou, dan Vale berada dalam satu ekosistem dan kepentingan investasi yang sama.
“Sulit memisahkan semua entitas ini. Proyek HPAL Sorowako (milik Vale-Huayou) adalah jantungnya, sementara kawasan industri di Malili (milik IHIP) adalah penopangnya,” jelas Asri belum lama ini.
Asri memaparkan, PT IHIP lahir dari Huayou Cobalt.
Huayou sendiri merupakan mitra strategis Vale dalam pembangunan smelter High Pressure Acid Leaching (HPAL) Sorowako Limonite (Sorlim).
Aliansi Vale dan Huayou untuk proyek Sorlim resmi ditandatangani pada 25 Agustus 2023.
Proyek ini menargetkan produksi 60.000 ton nikel dan 5.000 ton kobalt per tahun dalam bentuk MHP, bahan baku utama baterai kendaraan listrik.
Untuk menopang kebutuhan industri hilir inilah, Huayou mendirikan PT IHIP pada Juni 2023.
Huayou mengumumkan investasi awal US$50 juta untuk memulai pembangunan kawasan industri di Malili.
Dengan struktur ini, IHIP menjadi bagian integral dari strategi integrasi vertikal Vale dan Huayou untuk mengamankan rantai pasok nikel di Indonesia.
Jejak Lama Lahan Kompensasi
Keterkaitan ini semakin kuat jika ditarik mundur ke 2006.
Saat itu, PT Inco (kini Vale) menyepakati adanya lahan kompensasi di Malili sebagai bagian dari izin pinjam pakai kawasan hutan untuk proyek PLTA Karebbe.
Lahan yang kini disewakan kepada IHIP, sebut Asri, adalah lahan kompensasi yang diserahkan Vale kepada pemerintah daerah hampir dua dekade lalu.
“Kalau kita runut sejak perjanjian PLTA Karebbe 2006, lahan yang disewakan Pemkab Luwu Timur ke PT IHIP sekarang itu seperti dikembalikan lagi ke Vale,” tegasnya.
Persoalan Status Lahan
Persoalan tidak berhenti pada nilai sewa dan simpul bisnis.
Mantan Bupati Luwu Timur, Andi Hatta Marakarma (Opu Hatta), mempersoalkan status ekologis lahan kompensasi tersebut.
Ia mengingatkan bahwa lahan kompensasi harus tetap berfungsi sebagai kawasan lindung atau area reboisasi, bukan dialihfungsikan untuk industri.
“Kalau benar lahan itu dulunya kawasan hutan yang sudah direboisasi oleh PT Inco, lalu sekarang dijadikan kawasan industri, itu jelas menyalahi aturan. Lahan kompensasi harus tetap berfungsi ekologis,” ujar Opu Hatta dalam diskusi publik TSI, 31 Oktober 2025.
Melihat kompleksitas hubungan ini, Asri Tadda mendesak adanya audit transparansi publik terhadap seluruh dokumen kerja sama, terutama soal penentuan harga sewa dan status aset.
“Ini bukan soal menolak investasi, tapi soal memastikan tata kelola yang benar. Jangan sampai aset daerah berubah menjadi bagian dari konglomerasi global tanpa pengawasan publik,” pungkas Wakil Ketua Kerukunan Keluarga Luwu Timur (KKLT) itu. (*)
| 26 Orang Warga Wawondula Luwu Timur Diduga Keracunan Usai Santap Bubur Ayam Cirebon |
|
|---|
| Tiga Hari Hilang, Pemuda Asal Wajo Ditemukan Tewas di Air Terjun Kembar Luwu Timur |
|
|---|
| Masyarakat Luwu Timur Tak Menuntut Istana, tapi Bandara Komersial |
|
|---|
| UMI dan USIM Bakal Wujudkan Pendidikan Islam Berkelas Dunia di Luwu Timur |
|
|---|
| 5 Warga Wotu Tersangka Penganiayaan Kondektur Bus Adhi Putra di Depan Mapolsek , Kronologi Lengkap |
|
|---|
:quality(30):format(webp):focal(0.5x0.5:0.5x0.5)/makassar/foto/bank/originals/20251111-Aliansi-Masyarakat-Luwu-Timur.jpg)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.