Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Guru Dipecat

Ketua Dewan Pendidikan Sulsel Dukung Permohonan Grasi Dua Guru Luwu Utara ke Prabowo Subianto

Langkah kedua guru yang mengumpulkan iuran sukarela untuk membantu 10 rekan honorernya yang belum digaji adalah murni tindakan solidaritas.

|
Penulis: Muh. Sauki Maulana | Editor: Sudirman
Ist
GURU LUTRA DI PTDH - Kolase foto dua guru ASN Kabupaten Luwu Utara, Sulawesi Selatan diberhentikan tidak hormat. Dua guru itu ialah Rasnal dari UPT SMAN 3 Luwu Utara, dan Abdul Muis dari UPT SMAN 1 Luwu Utara (Kiri) dan Ketua Dewan Pendidikan Sulsel, Prof Arismunandar (kanan). Ia mendukung permohonan grasi kedua guru tersebur ke Presiden Prabowo Subianto. 

Empat guru diperiksa, dua di antaranya ditetapkan sebagai tersangka.

Berkas sempat dikembalikan kejaksaan karena tidak ditemukan unsur pidana, tetapi penyidikan dilanjutkan dengan melibatkan Inspektorat Luwu Utara, yang kemudian menyimpulkan adanya kerugian negara.

Kasus berlanjut ke Pengadilan Makassar.

Kedua guru sempat divonis bebas.

Namun setelah jaksa mengajukan kasasi, Mahkamah Agung memutus keduanya bersalah dan menjatuhkan hukuman satu tahun penjara.

Usai menjalani hukuman, keduanya menerima keputusan baru yang tak kalah berat yakni Pemberhentian Tidak Dengan Hormat (PTDH) oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan melalui nota dinas berjenjang dari Kacab Disdik Wilayah 12 hingga BKD Provinsi.

Ketua PGRI Luwu Utara, Ismaruddin, menyatakan pihaknya telah mengirim surat resmi permohonan grasi kepada Presiden pada 4 November 2025.

“Kami memohon kepada Bapak Presiden agar berkenan memberikan grasi kepada dua anggota kami yang telah puluhan tahun mengabdi sebagai pendidik. Mereka layak mendapat pertimbangan kemanusiaan dan keadilan,” ujar Ismaruddin, Sabtu (8/11/2025).

Ia menilai, meski keduanya sudah menjalani hukuman, keputusan PTDH menjadi pukulan berat bagi mereka dan keluarga.

“Kami menghormati keputusan hukum, namun sebagai organisasi profesi, PGRI juga punya tanggung jawab moral memperjuangkan martabat guru. Mereka bukan hanya pelaku, tetapi juga korban dari sistem yang perlu diperbaiki,” jelasnya.

Surat bernomor 099/Permhn/PK-LU/2025-2030/2025 itu juga ditembuskan ke Ketua DPR RI, Gubernur Sulsel, Bupati dan DPRD Luwu Utara, serta Pengurus Besar PGRI di Jakarta.

“Kami berharap langkah ini membuka ruang dialog dan pertimbangan yang lebih luas. Guru yang mengabdikan hidupnya untuk pendidikan seharusnya tetap dihargai, bahkan ketika menghadapi masalah hukum,” tambahnya.

Ia menegaskan, permohonan grasi dan peninjauan kembali (PK) bukan bentuk penolakan terhadap keputusan pengadilan, melainkan upaya mencari keadilan berimbang dengan mempertimbangkan sisi kemanusiaan dan pengabdian.

“Keputusan hukum harus dihormati, tetapi keadilan sejati juga harus memberi ruang bagi perbaikan diri,” ujarnya.

PGRI Luwu Utara juga mendorong upaya PK dengan harapan muncul bukti baru (novum) yang dapat meringankan.

“Kami mendukung langkah hukum yang sah. Semoga ada bukti atau fakta baru yang dapat dipertimbangkan pengadilan,” harapnya.

Ismaruddin menutup dengan menyerukan agar seluruh anggota PGRI tetap menjunjung tinggi etika profesi, disiplin, dan integritas, sembari berharap Presiden memberi perhatian terhadap permohonan tersebut.

“Kami yakin Bapak Presiden memahami beratnya tanggung jawab seorang guru. Kami berharap keputusan terbaik dapat diberikan demi keadilan, kemanusiaan, dan penghargaan terhadap jasa para pendidik,” tutupnya.

Laporan Jurnalis Tribun-Timur.com, Muh Sauki Maulana

 

 

Sumber: Tribun Timur
Halaman 4/4
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved