Opini
Bendera Topi Jerami: Dentuman Drum of Liberation di Riak Hari Merdeka
Kita pasang umbul-umbul, cat portal merah putih, dan mulai bersuara soal nasionalisme meski kadang tak sempat mengecat hati.
Seperti Drum of Liberation dalam One Piece yang bukan sekadar tabuhan perang, tapi degup jiwa yang rindu pulang.
Bukankah bangsa ini juga berdiri bukan untuk menjadi paling kuat, tapi untuk menjadi manusia sepenuhnya?
Yang bebas bukan karena tak punya aturan, tapi karena tahu cara menyayangi kebebasan. Dan menyayangi itu, kata pujangga, sering kali lahir dari imajinasi.
Mengibarkan bendera Topi Jerami bukan berarti menorehkan silang pada makna Merah Putih.
Itu hanya cara anak-anak zaman ini menjerit dalam bahasa yang kita belum tentu mengerti.
Tapi bukankah setiap generasi memang punya caranya sendiri dalam mencintai tanah air?
Namun cinta pun perlu ditata, seperti bunga dalam vas, agar harum tak lepas, dan keindahan tak berubah jadi gaduh.
Dalam hukum negara, kita tahu, Merah Putih tak bisa disejajarkan dengan lambang lain. Maka biarlah bendera fiksi itu tetap di bawah Sang Saka—bukan sebagai hinaan, tapi sebagai penghormatan.
Karena dari penataan itu, kita belajar: bahwa kreativitas dan kehormatan bukan musuh bebuyutan, melainkan saudara yang lama tak saling sapa.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.