Opini
Kontravensi
Tetapi juga menandai kemunduran serius dalam upaya rekonsiliasi dan pengakuan korban kekerasan negara.
Kita tidak sedang berdebat soal data, kita sedang menyaksikan kontestasi memori dimana siapa yang layak didengar dan siapa yang dihapus dari sejarah.
Pernyataan Menteri Kebudayaan juga menyingkap soal relasi kuasa antara negara dan rakyat. Negara punya kewenangan untuk mengarsipkan peristiwa, menentukan mana yang sah sebagai "sejarah", dan mana yang sekadar "isu liar".
Di sinilah pentingnya melihat ulang konsep epistemic injustice ketika korban tak hanya mengalami kekerasan fisik, tetapi juga diperlakukan seolah-olah pengetahuan mereka tentang apa yang terjadi pada diri mereka sendiri tidak valid. Mereka dibungkam, diabaikan dan dilupakan.
Lebih dari dua dekade telah berlalu, namun keluarga korban, aktivis dan komunitas Tionghoa masih menyimpan luka yang belum sembuh.
Pernyataan seperti ini bukan hanya menghambat pemulihan mereka, tetapi juga menghambat bangsa ini untuk benar-benar dewasa dalam menghadapi masa lalunya.
Negara yang tidak mampu mengakui kesalahan masa lalunya adalah negara yang gagal belajar.
Apa yang seharusnya dilakukan? Pertama, negara harus tegas mengakui kekerasan seksual Mei 1998 sebagai bagian dari pelanggaran HAM berat.
Kedua, pemulihan harus ditempuh dengan cara yang menghormati korban bukan dengan memperdebatkan keabsahan luka mereka.
Ketiga, budaya politik yang gemar menormalkan kekerasan simbolik perlu dikoreksi melalui pendidikan sejarah yang berpihak pada kebenaran, bukan pada kekuasaan.
Sejarah tidak membutuhkan pembenaran kekuasaan. Ia butuh keberanian untuk melihat ke belakang dengan jujur, agar kita tak terus-menerus menginjak luka yang belum sembuh.
Jika negara tetap bungkam atau lebih buruk lagi, menyangkal maka luka itu akan sulit sembuh dari tubuh bangsa ini.
Melibatkan Sejarawan bukan pada saat polemik ini tak berujung akibat wacana yang serampangan untuk membenarkan kekeliruan, berharap kontravensi pernyataan pejabat setingkat menteri tidak jadi beban bagi presiden, semoga.(*)
| Hapus Roblox dari Gawai Anak: Seruan Kewaspadaan di Tengah Ancaman Dunia Virtual |
|
|---|
| Mendobrak Tembok Isolasi: Daeng Manye, Perjuangan Tanpa Henti untuk Setiap Jengkal Tanah Takalar |
|
|---|
| Desentralisasi Kehilangan Nafas: Ketika Uang Daerah Mengendap |
|
|---|
| Membedah Proses Kreatif Menulis KH Masrur Makmur |
|
|---|
| Transformasi Unhas, Melawan Kebencian dan Irasional |
|
|---|

Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.