Opini
Premanisme, Anak Haram Pembangunan
Tindakan Premanisme umumnya dilakukan dengan cara-cara kekerasan, memeras, mengancam sehingga kehadirannya dianggap mengganggu ketertiban masyarakat.
Teori ini lebih awal membangun dulu sebagian masyarakat yang kalau sudah berhasil sebahagian ini akan meneteskan hartanya ke masyarakat kebanyakan.
Teori ini awalnya berhasil terutama dari aspek pertumbuhan ekonomi yang tumbuh rata-rata 7-8 persen pertahun.
Hanya saja karena keasikan dengan pertumbuhan ekonomi akhirnya lupa pada pemerataan, terjadilah gep dimasyarakat dimana sebagian kecil menikmati pertumbuhan dan sebagian lagi justru menganggur karena mereka kurang bisa beradaptasi dengan model pembangunan berbasis padat modal yang menggunakan teknologi tinggi.
Pengangguran dimasa orde baru sesungguhnya merupakan embrio lahirnya “Premanisme”. Dimana mereka juga ingin hidup layak tapi tak punya keterampilan kecuali mengandalkan tanaga dan otot.
Celakanya mereka ini pada akhirnya dimanfaatkan oleh sebagian pengusaha untuk mengamankan bisnisnya.
Tapi teruatama mereka yang tidak sempat direkrut oleh pengusaha, mereka inilah yang liar dan mencari peluang-peluang di ruang-ruang yang memungkinkan mereka hidup seperti jadi tukang parkir, dan tidak sedikit diantara mereka yang jadi, memeras, mengancam dan bentuk perbuatan kriminal lainnya.
Ketika tumbang orde baru tahun 1998 dan memasuki era Reformasi dengan berbagai kebijakan ekonomi dan politik, “premanisme” semakin menampakkan wajahnya.
Sistem pemilihan umum langsung yang dimulai tahun 2004 untuk memilih presiden dan wakil presiden dan tahun 2005 untuk pilkada, semakin membuka peluang kolaborasi antara politisi dan preman baik itu pusat maupun di daerah.
Para Preman yang dulu liar tak terkebadali kemudian sekan terlembagakan ketika mereka masuk menjadi tim sukses para kandidat.
Dari sinilah awal mulai munculnya ormas yang sebagian besar anggotanya ada para preman itu. Mereka dijadikan tim sukses sebagai tim pencari suara atau vote getter.
Uraian singkat di atas memberi petunjuk bahwa premanisme itu sesungguhnya lahir dari sebuah kebijakan ekonomi yang tanpa diperhitungkan akibatnya.
Teori menetes akibat "trickle-down effect" justru melahirkan pengangguran yang pada gilirannya melahirkan para preman yang kerjanya sebagian mengamankan asset dan bisnis para pengusaha, termasuk para konglomerat dan oligarki.
Sebagian lagi bebas tanpa ikatan, selanjutnya premanisme berkembang menjadi sebuah gerakan yang menyimpang juga karena diperalat oleh politisi yang ingin kekuasaan.
Jadi dengan demikian Premanisme lahir sebagai anak yang tidak diharapkan alias anak haram pembangunan.
Solusi atas masalah premanisme yang belakangan ini dilakukan oleh pemerintahn dalam hal ini pihak kepolisian tentu saja soslusi jangka pendek, solusi jangka panjangnya tentu saja perbaikan kebijakan ekonomi, membuka lapangan kerja seluas mungkin dan memperbaiki sstem pemilihan umum dan pilkada.
Hanya dengan kebijakan ekonomi politik yang adil dan inklusif bisa mengurangi perilaku premanisme. Semoga.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.