Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Klakson

Kisah Honorer

Honorer dimulai dari obsesi rakyat menjadi pegawai negeri dan negara membuka ruang untuk menampung obesesi itu.

Editor: Sudirman
DOK PRIBADI
KLAKSON - Abdul Karim Ketua Dewas LAPAR Sulsel, Majelis Demokrasi & Humaniora 

Oleh: Abdul Karim

Ketua Dewas LAPAR Sulsel,

Majelis Demokrasi & Humaniora

TRIBUN-TIMUR.COM - Honorer barangkali adalah sebuah kisah tentang pengabdian panjang untuk negara yang bercita-cita sejahtera. 

Kita tahu bagaimana kisah honorer itu bermula, namun begitu sulit diterka bagaimana kisah mereka berakhir.

Hanyalah jam dinding dan kalender sebagai saksi bisu yang bergerak mengiringi kisah panjang sang honorer

Honorer dimulai dari obsesi rakyat menjadi pegawai negeri dan negara membuka ruang untuk menampung obesesi itu.

Honorer adalah jembatan panjang untuk mewujudkan obsesi sebagai pegawai negeri.

Jembatan itu dipenuhi tantangan tugas yang menumpuk. Sang honorer harus mampu memikul tantangan itu agar terangkat menjadi pegawai negeri (ASN), meskipun pengangkatan itu hanya Tuhan yang tahu kapan saatnya. 

Dizaman Orde baru, honorer tersebar di instansi pemerintah, dan itu tak mudah.

Mereka yang hendak berhonorer mesti punya kail diinstansi pemerintah untuk menggaetnya agar resmi ditetapkan sebagai honorer

Kail itu biasanya adalah kerabat atau family kerabat. Namun bila garis tangan mujur tanpa kail kerabat pun jadi—sebab biasanya ada saja pegawai diinstansi itu yang merasa iba pada calon honorer

Saya ingat betul, pada penghujung tahun 1980-an silam, dikampung saya seorang pemuda yang tuntas jenjang pendidikan diplomanya langsung menjadi tenaga honorer di dinas pendidikan dan kebudayaan. Ia menjadi guru SMP di kampung saya. 

Pada mulanya, ia sebagai tenaga administrasi disana. Namun, ia telah berseragam safari dinas layaknya seorang pegawai negeri. Beberapa waktu kemudian, ia mengajar di SMP itu dan disapa “pak guru”.

Bila tak salah, puluhan tahun ia berstatus guru honorer dengan upah seadanya. Gaji wali kelas saya dibangku SD saat itu tak sampai seratus ribu, padahal sang wali kelas berstatus pegawai negeri. 

Halaman
12
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved