Klakson
SDM dan Moral untuk Revisi UU Parpol
Barangkali tak seluruhnya, tetapi secuil oknum wakil rakyat justeru memetik protes publik.
Oleh; Abdul Karim
Ketua Lakpesdam NU Sulsel, Anggota Majelis Demokrasi dan Humaniora
TRIBUN-TIMUR.COM - MENYERUAKNYA gerakan massa memprotes DPR adalah potret ketidakpuasan publik terhadap kinerja perwakilan rakyat itu.
Selain soal kinerja, protes itu menyiratkan bila wakil rakyat bersoal moralitasnya.
Barangkali tak seluruhnya, tetapi secuil oknum wakil rakyat justeru memetik protes publik.
Tentu persoalan itu harus dibenahi, sebab demonstrasi pada bulan lalu menegaskan bahwa rakyat sebagai korban dis-pelayanan wakil rakyat—tak selamanya bertahan diam.
Demo anarkisme itu merusak fasilitas lembaga perwakilan rakyat. Pengamat bilang, itu dampak kekecewaan publik yang begitu lama.
Pemilu mengecewakan publik karena wakil mereka di parlamen tak dirasakan efek nyata mewakilinya.
Karena itu, perlu merancang pembaharuan atau perubahan mekanisme demokrasi perwakilan politik agar lebih efektif.
Sehingga pemilu tak lagi melahirkan wakil rakyat semu.
Menko Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan, Yusril Ihza Mahendra, tempo hari menyatakan rencana untuk merevisi UU Pemilu dan UU Partai Politik (Detik.com, 5/9/2025).
Ia berkata, agenda itu berkaitan dengan kritik publik terhadap kualitas anggota DPR. Selainnya, sistem pemilu dan kepartaian selama ini tak terbuka luas, sorotan muncul kepada orang kaya dan selebritas.
Lalu dimana seharusnya kita memulainya?
Paling pertama harus dimulai dari perubahan UU Partai Politik kita. Sebab para wakil rakyat dijaring melalui partai politik.
Partai politik inilah titik tolak pertama seorang calon wakil rakyat menuju kursi legislator.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.