Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Takdir Profesor Taruna Ikrar Berhaji dengan Tazkiyah

Dokter Taruna baru kali pertama berhaji di usia matang; 56 tahun padahal selama hampir dua dekade kuliah di Jepang kesempatan berhaji lebar terbuka

|
Penulis: thamsil_tualle | Editor: Ari Maryadi
Takdir Profesor Taruna Ikrar Berhaji dengan Tazkiyah - Taruna-Ikrar-kanan-saat-pelantikan-BPOM.jpg
Tribunnews.com
PELANTIKAN - Taruna Ikrar (kanan) saat pelantikan sebagai Kepala Badan Gizi dan Kepala BPOM di Istana Negara, Senin (19/8/2024). Dadan dan Taruna merupakan dua dari tujuh pejabat baru di Kabinet yang bukan merupakan orang dekat Prabowo Subianto.
Takdir Profesor Taruna Ikrar Berhaji dengan Tazkiyah - Taruna-Ikrar-mengajak-Pempred-Tribun-Timur-Nur-Thamzil-Tahir-3243.jpg
Thamzil Thahir
SWAFOTO - Taruna Ikrar mengajak swafoto Pempred Tribun Timur Nur Thamzil Tahir dan Humas IDI dr Wahyudi saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah tahun 2023 lalu. Dokter Taruna baru kali pertama berhaji di usia matang; 56 tahun.

TAKDIR itu sebelas dua belas dengan kebetulan.

Takdir hanya akan bekerja saat kau percaya, berbuat baik, ikhlas, tazkiyah, dan terus memanjatkan doa.

News articles berikut coba merekam 'takdir' Kepala Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) Taruna Ikrar berhaji tahun 1444 Hijriyah lalu. 

Kebetulan, naik hajinya penyandang enam gelar akademik bidang kesehatan (Prof., dr., M.D., M.Pharm., M. Biomed., dan Ph.D) ini, ditakdirkan bersamaan dengan penulis, Juni 2023 lalu.

Dokter Taruna baru kali pertama berhaji di usia matang; 56 tahun. 

Sejatinya, selama hampir dua dekade kuliah-bekerja (2004-2020) di Jepang dan Amerika, kesempatan berhaji lebar terbuka.

"Baru dapat panggilan, dan itu jadi dokter sama Tazkiyah (travel)," ujar dokter Taruna, kepada Tribun, di ruang sarapan Haritah Frontel Hotel, Senin (12/6/2023) pagi waktu Arab Saudi, dua tahun silam.

Taruna Ikrar mengajak Pempred Tribun Timur Nur Thamzil Tahir 3243
SWAFOTO - Taruna Ikrar mengajak swafoto Pempred Tribun Timur Nur Thamzil Tahir dan Humas IDI dr Wahyudi saat menunaikan ibadah haji di Tanah Suci Mekkah tahun 2023 lalu. Dokter Taruna baru kali pertama berhaji di usia matang; 56 tahun.

Kebetulan, musim haji pasca-pandemi itu, kami berhaji dalam kapasitas petugas. 

Ada sedikit bedanya; Saya dalam kapasitas pewarta Haji Abidin (berhaji atas biaya dinas negara) bersama 61 jurnalis media nasional dan regional, PPIH Arab Saudi.

Sedangkan, Dokter Taruna sebagai konsultan medis biro haji pertikelir (Tazkiyah Global Mandiri). 

Bersama dr Wachyudi Muchsin, Dokter Taruna ikut memastikan kebugaran 210 jamaah haji "plus" dari 10 biro travel haji gabungan (konsorsium) Himpunan Penyelenggara Umroh dan Haji (Himpuh).

Kebetulan, Tazkiyah Mandiri Travel jadi "consortium leader" di musim haji itu dan membawa dua dokter, paramedik dan beberapa pembimbing ibadah. 

"Prof Taruna ini konsultan medik. Saya dokter sekaligus merangkap paramedik, apoteker sekaligus angkat-angkat koper jamaah," ujar Dr dr Wahyudi Muchsin SH, MKes (43), memperkenalkan kapasitas Taruna kepada penulis di selasar hotel.

Kelakar dokter Yudi tentang Prof Taruna itu dua serius dan bisa dikonfirmasi. 

Pertama, saat itu, Prof Taruna sudah tahun kedua menjabat Direktur Members at Large International Association of Medical Regulatory Authorities (IAMRA) atau Konsil Dokter Se-Dunia. 

Neurosains dan pakar farmakolog kualifikasi internasional itu juga sudah lebih setahun menjabat direktur Konsil KeDokteran Indonesia (KKI). Sedangkan Dokter Yudi, baru menyiapkan studi doktoral bidang kesehatan.

Kedua, Pembimbing Ibadah Haji Konsorsium Salahuddin Ayubi ada jadi saksi.

Momen pertemuan penulis dengan dua dokter dan seorang pembimbing ibadah konsorsium Tazkiyah itu di pelataran Front Taiba Hotel, Musaabah bin Amir Street, 1st Markasy, Madinah, dua tahun silam.

Pertemuan di selasar gerbang 339 Masjid Nabawi itu tidak terjadwal. 

Itu sua kebetulan. 

Sungguh, itu takdir "tiga anak Makassar" di Tanah Haram.

Saat itu, Dokter Taruna, Dr Yudi dan Salahuddin, baru pulang menunaikan   Subuh, Shalat Dhuha di Masjud Nabawi. 

Sedangkan saya, juga baru memulai aktivitas Live Report ke channel Tribun Network, untuk obyek berita heboh "terlantarnya" 110 dari 393 jamaah haji Kelompok Terbang (kloter) 15 Embarkasi Ujungpandang di Madinah.

Sebagian besar dari 110 jamaah itu gabungan dari Luwu Utara, Luwu Timur, dan Kota Makassar.

Kebetulan, jamaah kloter terlantar ini dipecah di 4 hotel: Front Taiba, Taiba Suite, Ajnad Hotel dan Haritah Frontel, hotel dimana rombongan konsorsium Tazkiyah, menginap untuk menunaikan sunnah haji (shalat 40 rakaat) dan menziarahi makam Rasulullah Muhammad SAW di Masjid Nabawi.

Usai liputan, saya memenuhi ajakan silaturahim Dokter Taruna sambil sarapan di Haritah Front Taibah.

Dari pelataran utama markaziyah Gate 339 Nabawi ke venue sarapan, aku menyaksikan keakraban sang dokter dengan jamaah Tazkiyah Mandiri Travel.

Dokter Taruna dan dokter Yudi, dan jamaah saling sapa, saat berselisih atau berpapasan.

Namun, dua dokter ini lebih banyak menyapa lebih dulu. 

"Bagaimana, sehat. Ayo sarapan. Jangan lupa minum air putih banyak, suhu hampir 50 derajat." demikian kalimat terucap dari mulut sang dokter. 

Semua dengan senyum dan ketulusan. Keakraban itu, seolah laiknya tetangga di kampung. Padahal, kebersamaan duo dokter asal Makassar dengan 210 jamaah itu, baru lima hari di Madinah.

Di lobi hotel, bahkan ada jamaah berlogat Makassar yang masih sempat berkonsultasi soal susah buang air besar. 

"Perbanyak makan buah. Kasi banyak air putih." ujar Dokter Taruna merespon ibu paruh baya itu.

Di lift hotel, justru aku merasa asing. Percakapan ringan, kelakar ala jamaah terjalin laiknya keluarga.

Apalagi rompi seragam petugas PPIH begitu membebani. 

Bagi petugas PPIH, ada etika tak tertulis "red code" untuk tidak bergabung di hotel jamaah non-reguler haji khusus di hotel mereka.

Kami hanya didedikasikan melayani jamaah  reguler dan non-reguler di situs-situs ibadah, bukan di hotelnya.

Karena beban batin, aku akhirnya membuka seragam petugas.

Kebetulan, di pintu lift, seorang jamaah Tazkiyah ternyata mengenaliku. 

Jamaah Tazkiyah itu Dr Sukmawati Firman (53). Dosen ilmu pasti di Universitas Muhammadiyah Makassar, kebetulan kerabat dekat istriku dari Bone.

Saat memilih menu sarapan di western buffet, dia membisikiku dalam bahasa Bugis. "Kenal baikki ternyata dengan Prof Dokter (Taruna).

Jamaah terbantu sekali dengan nasihat-nasihatnya. Banyak pesan agama dalam nasihat mediknya," ujar ibu dua anak itu.

"Lamami sepulang dia dari Amerika, saat dirikan klinik Saga di Makassar." ujarku.

Doktor Sukma, mengaku bersyukur antre dua tahun untuk berhaji bersama Tazkiyah. " Alhamdulillah, Kami khusuk fokus ibadah.

Pendampingan ibadah, kesehatan dan bimbingan spiritualnya cocok sekali." ujar Sukma, yang ikut tabungan haji Tazkiyah, sekaligus menziarahi makam suaminya, Dr Firman Basir Matong, yang meninggal di pelataran Kakbah, enam tahun sebelumnya.

Di meja sarapan hotel, percakapan ala jamaah haji mengalir ringanz

Di meja itu, bergabung Dokter Taruna, Dokter Yudi, dan Doktor Sukma. 

Hampir dua setengah jam, kami berbagi cerita. Tiga kali aku bolak-balik meja ke buffet memilih menu.

Bahkan, beberapa kali, pramusaji hotel datang menawarkan minuman dan added dessert, menu tambahan.

"Saya sudah lebih tiga kali berhaji dengan Tazkiyah jadi tenaga medis. Pak Yani (H Ahmad Yani Fachruddin) selalu ketat memilih hotel bagi jamaah haji khusus," ujar Dokter Yudi menyela pembicaraan.

Jujur, kala itu, enggan rasanya makan di hotel mewah bersama jamaah haji plus. 

Menu sarapan di hotel sewaan Tazkiyah itu, sangatkah mewah.  Dibanding sarapan jamaah reguler. Sangatlah jomplang.

Jamaah haji reguler sarapan dengan nasi dos. Menu sarapannya seragam, ala carte. Ala kadarnya. 

Sementara menu sarapan jamaah Tazkiyah, setidaknya ada selusin. Ada Western buffet, roti, keju cair dan padat, selai, susu caramel, hingga salad.

Ada Arab style buffet; beef curry, lamb chops, roti maryam ,hingga nasi kebuli. 

Ada Indonesian cuisine, dengan belasan jenis minuman dan buah. 

Dari layanan kuliner ini, aku kian yakin harga tak pernah bohong.

Menu makanan buffet hotel, baggage handling, dan layanan transportasi dan layanan bimbingan ibadah dan medis personal adalah pembeda utama haji reguler dengan haji khusus. 

Ada banyak tema percakapan dengan Dokter Taruna.

Mulai tema layanan haji, relasi ibadah haji dengan neorosains, politik nasional, Jokowi, Anies Baswedan, Prabowo Subianto, hingga pengalaman spiritual berbasis medis.

"Sujud dengan khusuk itu adalah salah satu cara mengaktifkan 2 juta jaringan sel otak. Hingga disini, aku kian yakin dengan tesis neurosains itu," ujar peneliti utama di Aivita Biomedical Inc, Amerika Serikat itu.

Tema-tema pembicaraan soal neurosains dan keAgungan penciptaan mahluk di Bumi, yang jadi materi ceramah Ramadan Prof

Taruna Ikrar di Masjid Istiqlal Jakarta (Sabtu, 8/3/2025) dan Masjid Al Markaz Al Islami Makassar (Kamis (13/3/2025), Ramadan 1446 Hijriyah ini, sebagian sudah melekat di akal sanubariku saat di Madinah.

Dia mengaku selama menunaikan ibadah haji dia banyak membaca, dan menuangkan pengalaman berhajinya dalam banyak artikel dari Tanah Suci.

"Perbanyak sujud, introspeksi, zikir dan berdoa." ujarnya yakin dengan mata berair.

Jujur aku lebih banyak bertanya dan coba jadi pendengar aktif.

Sebagai jurnalis, aku tak tahan untuk  menanyakan soal cobaan gelar akademik yang menyandera Dokter Taruna di Tanah Air, dua tahun terakhir.

Banyak off the record dari jawabannya. Namun, dia menutup tema krusial dan emosional itu, dengan jawaban kualitatif dan spiritual.

Aku melihat, Dokter Taruna sempat menghela nafas sebelum menjawab.

"Inilah takdir saya berhaji tahun ini. Saya kian tenang menghadapinya. Disini, di tempat dan momen ini lah saya ditakdirkan introspeksi. Ini momen muhazabah." ujar Dokter Ikrar, lagi dengan mata berkaca-kaca.

Ada kejujuran dalam hening saat dia mengungkap itu. 

Dalam bahasa Arab, instrospeksi atau penyucian diri menggunakan kata tazkiyah. 

Memang sepulang dari Tanah Suci, cobaan sekaligus takdir Dokter Taruna belumlah usai. 

Sekitar dua bulan usai menyandang gelar haji, tanggal 30 Agustus 2023, gelar profesor Taruna Ikrar dicabut berdasarkan

Keputusan Mendikbudristek RI Nomor 0728/E.E4/RHS/DT.04.01/2023 tentang Penyetaraan Jabatan Akademik Dosen. 

Namun, empat bulan kemudian, takdir Tuhan datang lagi.

Tepat, Sabtu, 7 Januari 2023 dihadapan Sidang Terbuka Senat Akademik, di Gedung Graha Bintang Universitas Malahayati, Kota Bandar Lampung, Indonesia, Prof. dr. Taruna Ikrar, M. Biomed., Ph.D. justru menyampaikan pidato pengukuhan Guru Besar tetapnya.

Dan, tepat setahun kemudian doa, takdir baik Dokter Taruna Ikrar, kembali datang.

Di Istana Negara, Senin (19/8/2024), anak guru dari Ujungpandang itu resmi dilantik Presiden Joko Widodo menjadi Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI (BPOM). (zil)

DISCLAIMER; artikel ini ditulis di momen 21 Ramadan 1446 Hijriyah, bersamaan dengan lomba penulisan artikel jurnalisti bertema; Komitmen Tazkiyah Group Melayani Umrah dan Haji Khusus yang Holistik, Terencana dan Terlindungi, Maret 2025. Artikel ini juga sudah dapat izin notifikasi dari Dokter Taruna Ikrar.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved