Opini Rifqy Tenribali Eshanasir
Penangkapan Duterte: Kemenangan Hukum Internasional Melawan Impunitas
Penahanan Duterte merupakan peristiwa bersejarah, terlepas dari konteks persaingan politik domestik di Filipina.
Bagi ASEAN, penangkapan Duterte bukanlah peristiwa hukum yang terisolasi, melainkan panggilan untuk mendefinisikan ulang prinsip-prinsip kedaulatan, pertanggungjawaban,
dan hak asasi manusia di kawasan.
ASEAN sudah sedang mengalami krisis hak asasi manusia sejak kudeta oleh tentara Myanmar pada February 2021, yang sampai sekarang masih belum ada jalan keluarnya dan
sudah mematikan ribuan orang selama empat tahun.
ASEAN, yang secara tradisional dipandu oleh norma non-intervensi tradisional, kini terdorong untuk mengadopsi sikap yang lebih proaktif.
Sebenarnya, ASEAN sudah menyatakan tekadnya untuk mempromosikan hak asasi manusia secara regional sejak disahkan Program Aksi Vientiane 2004.
Dengan demikian, ASEAN mesti mendorong kerjasama lebih kuat antara institusi regional dan internasional seperti ICC untuk menetapkan preseden pertanggungjawaban dan keadilan.
Bagi ASEAN, kasus Duterte menunjukkan perlunya mencari jalan tengah antara prinsip non-intervensi dan kemampuan membela hak asasi manusia secara lebih proaktif,
menguatkan nilai-nilai demokrasi serta mekanisme hukum internasional.
Meskipun perjuangan untuk hak asasi manusia di Asia Tenggara masih jauh dari selesai, namun tindakan tegas seperti penangkapan Duterte tak pelak lagi merupakan angin segar
menuju masyarakat yang lebih adil di kawasan.*
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.