Opini Bachtiar Adnan Kusuma
Chaidir Syam, Akademi Literasi Masjid dan Epilog Ramadhan
Dalam beragam dan corak ikut serta meramaikan Ramadhan, penulis mengingatkan bahwa Ramadhan telah menjadi tempat dan pusat pembinaan ruhani Islam.
Pennebaker, salah seroang psikolog terkemuka Amerika Serikat, menegaskan kalau membaca dan menulis dua sisi mata uang yang penting dalam proses pembudayaan membaca dan menulis masyarakat.
Karena hanya dengan budaya membaca dan menulis menjadikan bangsa Indonesia memiliki peradaban tinggi.
Ketiga, budaya membaca dan budaya menulis digerakkan, namun budaya wakaf buku untuk perpustakaan masjid, desa, lorong, komunitas, taman baca belum berjalan baik.
Hanya dengan menggerakkan wakaf buku untuk masjid, perpustakaan desa, lorong, komunitas baca masyarakat, dibutuhkan terutama menjawab kurangnya buku-buku bermutu di perpustakaan sekolah, perpustakaan desa, lorong, kampung dan komunitas baca.
Jujur, penulis mengakui kalau masyarakat belum bisa berharap banyak dari negara terutama kurangnya akses buku-buku bacaan konten lokal di masyarakat.
Karena itu, diperlukan keterlibatan masyarakat seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 43 menegaskan kalau masyarakat berperan serta dalam pembentukan penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan dan pengawasan perpustakaan.
Kembali penulis memuji peran A.S.Chaidir Syam melakukan transformasi dan lompatan jauh kedepan dengan memberi titik pusat perhatian pentingnya perpustakaan masjid, perpustakaan desa, komunitas dan lorong di Maros memeroleh akses buku bermutu lewat kebijakannya yang luar biasa.
Apa yang telah dilakukan Chaidir Syam, bisa menjadi contoh baik bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
Akademi Literasi Masjid, Itikaf dan Epilog Ramadhan
Akademi Literasi Masjid sesungguhnya adalah wadah berhimpun para pegiat literasi, penulis, pemuda dan remaja masjid dari kabupaten, kota, provinsi sampai ke pusat yang secara sadar dan terencana menggalang sinergi dan kolaboratif.
Fakta di lapangan menunjukkan kalau para pegiat, aktivis literasi di seluruh Indonesia masih saja berjalan sendiri, tidak terstruktur, apalagi di bawah payung wadah besar literasi.
Lalu, apa yang dimaksud Akademi Literasi Masjid? Akadami Literasi Masjid sesuai Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Akademi Literasi, sesuai pasal 1 ayat 1 dan 2 menegaskan kalau Akademi adalah wadah kolaborasi pegiat literasi.
Sementara literasi adalah kemampuan dan kedalamanan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu obyek ilmu pengetahuan.
Adapun ruang lingkup akademi literasi meliputi penetapan pegiat literasi, aktivitas pegiat literasi, pendaftaran pegiat literasi dan pemberian penghargaan literasi, pembimbingan berkesinambungan menulis dan menerbitkan menjadi buku bacaan masyarakat.
Dengan membaca PP Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ini, menunjukkan kalau Negara telah melakukan intervensi literasi secara positif dengan mewujudkan kolaborasi pegiat literasi melalu pemberdayaan masyarakat yang integratif dan partisipatif, meningkatkan nilai gemar membaca dan indeks pembangunan literasi masyarakat.
Dengan demikian, para pegiat literasi dengan hadirnya Akademi Literasi Masjid ini,juga memberikan lisensi dan kebijakan dan penerapannya pentingnya ruang baca dan penulis hadir dis etiap masjid-masjid di Indonesia.
Nah, di Epilog Ramadhan 1446 H, ditutup sepuluh hari terakhir lewat Itikaf di masjid, rumah-rumah dan lembaga pendidikan telah menunjukkan kalau peran umat Islam Indonesia telah berhasil menerapkan literasi agama melalui gerakan membaca ayat suci Al-Quran.
Gerakan membaca yang dimulai dari setiap keluarga, rumah ibadah atau masjid menjadi basis penguatan kesadaran pentingnya literasi.
Karena itu, penulis mengajak pembaca agar menjadikan momentum bulan Ramadhan 1446 H sebagai bulan Literasi agama sekaligus mendukung dan mewujudkan out put Akademi Literasi Masjid Indonesia dari Kabupaten Maros. Semoga..
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.