Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Bachtiar Adnan Kusuma

Chaidir Syam, Akademi Literasi Masjid dan Epilog Ramadhan

Dalam beragam dan corak ikut serta meramaikan Ramadhan, penulis mengingatkan bahwa Ramadhan telah menjadi tempat dan pusat pembinaan ruhani Islam.

Editor: Sudirman
dok pribadi/bachtiar
OPINI - Bachtiar Adnan Kusuma, Penggerak Akademi Literasi Masjid Indonesia, Ketua GPMB Kabupaten Maros 

Oleh: Bachtiar Adnan Kusuma

Penggerak Akademi Literasi Masjid Indonesia, Ketua GPMB Kabupaten Maros
 
 TRIBUN-TIMUR.COM - Sebuah istilah tentang Epilog, ibarat yang umum kita kenal adalah etafe bagian akhir dari suatu tulisan.

Dan, inilah bagian penting dari sebuah tulisan, demikian halnya perjalanan bulan suci Ramadhan 1446 H tibalah di tengah-tengah perjalanan ibadah puasa kita setelah  kita berjuang berpuasa sejak 1 Ramadhan 1446 H bertepatan dengan 1 Maret 2025.

Dalam beragam dan corak ikut serta meramaikan Ramadhan, penulis kembali mengingatkan bahwa Ramadhan telah menjadi tempat dan pusat pembinaan ruhani umat Islam.

Dengan Akademi Literasi Masjid Indonesia yang telah diluncurkan, Bupati Maros, Dr.H.A.S.Chaidir Syam, S.IP.M.H.

Pada 10 Februari 2025 di Aula Al-Markas Al-Islami, Maros, mempertegas kalau Ketua IKA BKPRMI Maros ini, kembali mengajak semua pihak pentingnya menjadikan masjid sebagai pusat ilmu pengetahuan, pusat peradaban dan pusat literasi baca dan literasi tulis.

​Pertanyaannya, apa hubungannya Akademi Literasi Masjid Indonesia Maros dan Ramadhan 1446 H? Akademi Literasi Masjid Indonesia dan Ramadhan begitu istilah yang penulis berikan, memiliki hubungan yang erat.

Selain Ramadhan sebagai bulan pertamakali turunnya perintah membaca “Iqra”, Ramadhan telah menjadi wujud nyata bahwa membaca dalam pengertian kontekstual maupun tekstual sejak lama telah menjadi wajib bagi umat Islam Indonesia.  

Karena itu, fakta empiris bahwa negara-negara maju di dunia, memberikan gambaran bahwa kemajuan ekonomi dan kesejahteraan berbanding lurus dengan tingkat literasi masyarakat yang tinggi.

Maka, peningkatan literasi masyarakat membutuhkan partisipasi masyarakat untuk menjadi jembatan dan tindakan role model, motivator, katalisator dalam membentuk masyarakat Indonesia berbudaya tinggi Literasi (Knowledge Driven of Economy).

Dalam berbagai panggung literasi agama telah berhasil ditunjukkan umat Islam Indonesia dengan menjadikan Ramadhan sebagai bulan Akademi Literasi Masjid dengan membentuk panggung literasi di berbagai masjid dan madrasah serta pondok pesantren.

Gerakan kolosal Akademi Literasi Masjid telah menunjukkan gerakan sosial literasi di Indonesia dengan kembali menggugat pentingnya budaya literasi masyarakat.

Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 pada pasal 51 menegaskan bahwa gerakan nasional gemar membaca dilaksanakan oleh pemerintah dan pemerintah daerah dengan melibatkan seluruh masyarakat.

Karena itu, Akademi Literasi Masjid Indonesia Maros telah menunjukkan tumbuhnya kesadaran kolosal dari pegiat literasi, relawan, pemuda dan remaja masjid yang terus menerus bergerak tanpa batas pengabdian, mengembalikan literasi masjid bergema di berbagai penjuru masjid di masyarakat.

Akademi Literasi Masjid ini telah menjadi ruang kolaborasi produktif dan ruang berhimpun ikut serta memberi solusi kurangnya akses buku-buku bermutu di tengah masyarakat.

Penulis dengan 60 orang peserta Akademi Literasi Masjid Maros dari berbagai utusan masjid dan komunitas mengawal dan memotivasi terus menerus lahirnya buku-buku baru dari tangan mereka.

Caranya dengan memberikan pembimbingan intensif bagaimana menulis yang baik.

Tak cukup hanya menulis, tapi menerbitkan apa yang ditulis dan bisa menjadi bacaan di setiap perpustakaan masjid yang ada di Maros. Namanya, Gerakan Satu Masjid, Satu Buku.
 
Bercermin Dari Bupati Maros, Dr. A.S.Chaidir Syam, S.IP.M.H.
 
Penulis kembali memberikan apresiasi tinggi pada Bupati Maros, Dr.H.A.S.Chaidir Syam, S.IP. M.H. yang telah mendorong terus menerus partisipasi masyarakat agar ikut serta memajukan pembudayaan minat baca di Kabupaten Maros.

Contoh, Chaidir Syam berhasil mendorong partisipasi kolosal masyarakat melalui peningkatan Indeks Pembangunan Literasi Masyaraat (IPLM) tahun 2024 menjadi 91,04 dari 83,70 pada 2023.

Demikian pula, Tingkat Kegemaran Membaca(TGM) tahun 2024 berada diangka 90,94 tertinggi di Sulawesi Selatan, mengalahkan Provinsi Sulawesi Selatan hanya berada diangka 74,46 dan TGM Nasional diangka 72,44.

Sebagai aktivis dan pegiat literasi, penulis memberi apresiasi pada Bupati Maros Chaidir Syam yang telah konsisten dan terus menerus mengambil peran dan mengajak seruan pentingnya sinergid an kolaborasi semua pihak memajukan literasi di kabupaten Maros.

Mengapa penulis konsisten terus menerus mendorong tumbuhnya budaya literasi masyarakat dari masjid-masjid kita?

Sederhana saja jawabannya, budaya membaca dan budaya menulis di Indonesia belumlah menjadi budaya memasal, massif dan berkesinambungan.

Makanya, dibutuhkan gerakan terus menerus mengajak masyarakat membaca.

Selain karena membaca belum menjadi kebutuhan pokok masyarakat, membaca juga belum menjadi gaya hidup masyarakat.

Nah, diperlukan keterlibatan semua pihak, bukan hanya Perpustakaan Nasional, Pemerintah Provinsi, Kab dan Kota, tapi semua unsur dan satuan masyarakat, satuan pendidikan, satuan keluarga dan satuan masjid wajib menjadi pilar utama menumbuhkan ekosistem budaya membaca di Indonesia.

Pertama, gerakan membaca dan gerakan menulis tidak cukup hanya diucapkan atau disampaikan melalui forum-forum resmi, tapi lebih penting lagi dikerjakan, diamalkan dan dilakukan.

Penulis acapkali menyaksikan ada kelompok atau pihak tertentu hanya mengajak dan menjadikan literasi sebagai industri, namun penerapannya tidak berjalan dengan baik.

Inilah yang penulis sebut pseudo literasi. Artinya, mengajak orang lain membaca, tapi dirinya sendiri tidak membaca.

Kedua, menggerakkan budaya membaca, tapi menanggalkan budaya menulis. Padahal, budaya membaca dan budaya menulis ibarat dua keping mata uang yang tidak bisa dipisahkan.

Pennebaker, salah seroang psikolog terkemuka Amerika Serikat, menegaskan kalau membaca dan menulis dua sisi mata uang yang penting dalam proses pembudayaan membaca dan menulis masyarakat.

Karena hanya dengan budaya membaca dan menulis menjadikan bangsa Indonesia memiliki peradaban tinggi.

Ketiga, budaya membaca dan budaya menulis digerakkan, namun budaya wakaf buku untuk perpustakaan masjid, desa, lorong, komunitas, taman baca belum berjalan baik.

Hanya dengan menggerakkan wakaf buku untuk masjid, perpustakaan desa, lorong, komunitas baca masyarakat, dibutuhkan terutama menjawab kurangnya buku-buku bermutu di perpustakaan sekolah, perpustakaan desa, lorong, kampung dan komunitas baca.

Jujur, penulis mengakui kalau masyarakat belum bisa berharap banyak dari negara terutama kurangnya akses buku-buku bacaan konten lokal di masyarakat.

Karena itu, diperlukan keterlibatan masyarakat seperti yang tertulis dalam Undang-Undang Nomor 43 Tahun 2007 tentang Perpustakaan pada pasal 43 menegaskan kalau masyarakat berperan serta dalam pembentukan penyelenggaraan, pengelolaan, pengembangan dan pengawasan perpustakaan.

Kembali penulis memuji peran A.S.Chaidir Syam melakukan transformasi dan lompatan jauh kedepan dengan memberi titik pusat perhatian pentingnya perpustakaan masjid, perpustakaan desa, komunitas dan lorong di Maros memeroleh akses buku bermutu lewat kebijakannya yang luar biasa.

Apa yang telah dilakukan Chaidir Syam, bisa menjadi contoh baik bagi daerah-daerah lain di Indonesia.
 
Akademi Literasi Masjid, Itikaf dan Epilog Ramadhan
 
Akademi Literasi Masjid sesungguhnya adalah wadah berhimpun para pegiat literasi, penulis, pemuda dan remaja masjid dari kabupaten, kota, provinsi sampai ke pusat yang secara sadar dan terencana menggalang sinergi dan kolaboratif.

Fakta di lapangan menunjukkan kalau para pegiat, aktivis literasi di seluruh Indonesia masih saja berjalan sendiri, tidak terstruktur, apalagi di bawah payung wadah besar literasi.

Lalu, apa yang dimaksud Akademi Literasi Masjid? Akadami Literasi Masjid sesuai Peraturan Perpustakaan Nasional Republik Indonesia, Nomor 4 Tahun 2021 Tentang Akademi Literasi, sesuai pasal 1 ayat 1 dan 2 menegaskan kalau Akademi adalah wadah kolaborasi pegiat literasi.

Sementara literasi adalah kemampuan dan kedalamanan pengetahuan seseorang terhadap sesuatu obyek ilmu pengetahuan.

Adapun ruang lingkup akademi literasi meliputi penetapan pegiat literasi, aktivitas pegiat literasi, pendaftaran pegiat literasi dan pemberian penghargaan literasi, pembimbingan berkesinambungan menulis dan menerbitkan menjadi buku bacaan masyarakat.

Dengan membaca PP Perpustakaan Nasional Republik Indonesia ini, menunjukkan kalau Negara telah melakukan intervensi literasi secara positif dengan mewujudkan kolaborasi pegiat literasi melalu pemberdayaan masyarakat yang integratif dan partisipatif, meningkatkan nilai gemar membaca dan indeks pembangunan literasi masyarakat.

Dengan demikian, para pegiat literasi dengan hadirnya Akademi Literasi Masjid ini,juga memberikan lisensi dan kebijakan dan penerapannya pentingnya ruang baca dan penulis hadir dis etiap masjid-masjid di Indonesia.

Nah, di Epilog Ramadhan 1446 H, ditutup sepuluh hari terakhir lewat Itikaf di masjid, rumah-rumah dan lembaga pendidikan telah menunjukkan kalau peran umat Islam Indonesia telah berhasil menerapkan literasi agama melalui gerakan membaca ayat suci Al-Quran.

Gerakan membaca yang dimulai dari setiap keluarga, rumah ibadah atau masjid menjadi basis penguatan kesadaran pentingnya literasi.

Karena itu, penulis mengajak pembaca agar menjadikan momentum bulan Ramadhan 1446 H sebagai bulan Literasi agama sekaligus mendukung dan mewujudkan out put Akademi Literasi Masjid Indonesia dari Kabupaten Maros. Semoga..

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved