Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini Rahmat Muhammad

Aksi Tipu Tipu

Persoalan ini menimbulkan pertanyaan mendasar, bagaimana praktik semacam ini bisa terjadi dalam sistem tata kelola energi nasional? 

Editor: Sudirman
Rahmat Muhammad
OPINI - Rahmat Muhammad Ketua Prodi S3 Sosiologi Unhas 

Oleh: Rahmat Muhammad

Ketua Prodi S3 Sosiologi Unhas

TRIBUN-TIMUR.COM - Kutipan lagu BENTO Iwan Fals nyaring terdengar sambil nikmati secangkir kopi usai tarwih di pojok Kota Kendari menjadi inspirasi untuk menulis tentang kasus dugaan pengoplosan bahan bakar minyak (BBM) oleh PT Pertamina Patra Niaga yang tengah diselidiki Kejaksaan Agung yang bukan sekadar skandal ekonomi.

Tetapi juga sebuah fenomena sosial yang mencerminkan krisis kepercayaan publik terhadap institusi negara. Dengan potensi kerugian negara hampir Rp 1 kuadriliun. 

Angka ini tentu fantastis karena orang Indonesia hanya familiar dengan nominal trilyun sebagai jumlah tertinggi, disinyalir hanya orang tertentu yang memiliki kekayaan kuadrilyun itupun hitungan jari.

Persoalan ini menimbulkan pertanyaan mendasar, bagaimana praktik semacam ini bisa terjadi dalam sistem tata kelola energi nasional? 

Dalam kajian Sosiologi Hukum kasus seperti ini dapat dikategorikan sebagai kejahatan korporasi (white collar crime), dimana ini dilakukan oleh individu atau institusi yang memiliki posisi kuasa dalam sistem ekonomi.

Kejahatan korporasi seperti ini cenderung sulit untuk dideteksi dan dihukum dibanding kejahatan konvensional karena pelakunya memiliki akses terhadap jaringan kekuasaan.

Praktik pengoplosan BBM tidak hanya melanggar regulasi teknis, tetapi juga mencerminkan lemahnya pengawasan pemerintah dalam memastikan distribusi energi yang transparan dan bertanggung jawab.

Meskipun pencampuran BBM atau blending adalah praktik umum dalam industri energi, dugaan manipulasi kadar oktan demi keuntungan ekonomi menjadi masalah serius yang merugikan masyarakat luas. 

Selain itu dalam konteks tata kelola energi, Bourdieu menjelaskan bahwa kelompok yang memiliki modal ekonomi dan sosial yang kuat cenderung lebih mampu mengontrol regulasi dan kebijakan yang menguntungkan mereka.

Dalam kasus ini, pelaku yang terlibat kemungkinan besar berasal dari jaringan elite yang memiliki akses terhadap struktur birokrasi dan ekonomi, sehingga mereka bisa memanipulasi sistem demi keuntungan pribadi atau kelompoknya.  

Akibat dari praktik pengoplosan ini membuat kepercayaan publik  menurun, padahal kepercayaan publik adalah fondasi utama dalam hubungan antara masyarakat dan negara.

Ketika masyarakat merasa dikhianati oleh institusi yang seharusnya menjamin akses energi berkualitas, mereka akan mengalami apa yang disebut Giddens sebagai ontological insecurity perasaan tidak aman terhadap sistem yang seharusnya memberikan kepastian dan stabilitas dalam kehidupan sehari-hari.  

Fenomena ini semakin menguat dalam masyarakat yang sudah terbiasa dengan berbagai skandal korupsi, terutama di sektor energi dan sumber daya alam.

Halaman
123
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved