Opini Rahmat Muhammad
Aksi Tipu Tipu
Persoalan ini menimbulkan pertanyaan mendasar, bagaimana praktik semacam ini bisa terjadi dalam sistem tata kelola energi nasional?
Sebagian masyarakat mungkin merespons dengan sikap apatis, menganggap praktik semacam ini sebagai bagian dari sistem yang memang korup.
Sementara itu, kelompok lain bisa saja mengalami peningkatan kemarahan sosial, yang dalam jangka panjang berpotensi memicu ketidakstabilan sosial dan gerakan sosial untuk aksi protes.
Di sisi lain, skandal ini juga memperparah ketidakpercayaan terhadap perusahaan milik negara.
Pertamina, sebagai perusahaan energi terbesar di Indonesia, seharusnya menjadi simbol kemandirian energi nasional.
Namun, dengan adanya dugaan praktik manipulasi BBM, masyarakat mulai meragukan kredibilitas institusi tersebut dalam mengelola sumber daya energi yang seharusnya menjadi hak bersama.
Dalam konteks ketimpangan sosial, kasus ini juga memperlihatkan bahwa masyarakat kelas bawah adalah kelompok yang paling merasakan dampak dari kasus pegoplosan BBM ini.
Di mana BBM sebagai komoditas esensial yang memengaruhi harga barang dan jasa lainnya, sehingga kualitas BBM yang tidak sesuai standar bisa berdampak pada peningkatan biaya transportasi dan operasional.
Ini akan semakin memperburuk kondisi ekonomi kelompok rentan, terutama mereka yang bergantung pada kendaraan bermotor untuk mata pencaharian, seperti pengemudi ojek dan angkutan umum.
Selain itu, praktik bisnis yang tidak etis seperti ini menunjukkan bahwa keuntungan ekonomi sering kali lebih diutamakan dibanding kesejahteraan masyarakat.
Dalam perspektif teori sistem dunia (world-system theory) Immanuel Wallerstein, negara-negara berkembang seperti Indonesia sering kali mengalami eksploitasi sumber daya yang dilakukan oleh elite domestik yang bersekongkol dengan kepentingan korporasi global.
Dalam kasus ini, meskipun Pertamina adalah perusahaan milik negara, mekanisme kapitalisme yang diterapkan membuat kepentingan profit lebih diutamakan dibanding kepentingan publik.
Menyikapi kasus ini, penting bagi pemerintah dan institusi terkait untuk membangun kembali kepercayaan publik melalui transparansi dan akuntabilitas yang lebih kuat.
Salah satu langkah yang bisa diambil adalah dengan melibatkan masyarakat sipil dan akademisi dalam pengawasan tata kelola energi.
Selain itu, sistem hukum harus mampu memberikan efek jera bagi pelaku kejahatan korporasi.
Hukuman yang hanya bersifat administratif atau denda tidak akan cukup jika tidak diikuti dengan reformasi kebijakan yang memastikan praktik serupa tidak terulang di masa depan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.