Opini
Sengkarut Sengketa Hasil Pilkada
Sedikitnya 312 permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Nanti tetap kami proses. Nanti akan dipertimbangkan oleh hakim apakah permohonan memenuhi syarat formal atau tidak,” kata Suhartoyo di Gedung I MK, Jakarta, Kamis, 12 Desember 2024.
Pengadilan Angka, Demokratiskah?
Beberapa pemilu/pemilukada sebelumnya banyak tokoh/aktifis demokrasi bersuara agar MK tidak sekedar menjadi pengadilan angka, yakni membahas perolehan suara dgn persentase selisih sesuai syarat dalam UU Pilkada.
Sementara itu, peneliti Perludem Fadli Ramadhanil meminta agar MK tidak hanya menangani perselisihan hasil perolehan pilkada saja.
Tetapi juga harus mengadili adanya dugaan kecurangan dalam pilkada serentak 9 Desember lalu sehingga MK menangani sengketa pilkda secara utuh dan lengkap.
Berdasarkan persyaratan maksimal selisih 2 persen itu dari 147 gugatan yang masuk ke MK, Perludem memprediksi hanya ada 22 atau 23 gugatan yang akan diteruskan ke persidangan selanjutnya.
Mestinya MK mempertimbangkan faktor-faktor lain saat menentukan apakah permohonan gugatan sengketa pilkada tersebut layak untuk dibahas tim panel atau tidak (P-Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3 Tahun 2004 Tentang Tata Beracara Dalam Perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.
Kemudian mengenai syarat diatur dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 Tentang Pilkada.
Syarat mengajukan gugatan tertuang di Pasal 157 UU 10 Tahun 2016.
Dalam Pasal itu disebutkan peserta pemilihan dapat mengajukan permohonan kepada MK paling lambat tiga hari kerja terhitung sejak diumumkan penetapan perolehan suara hasil pemilihan oleh KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota.
Adapun dalam mengajukan gugatan itu harus melengkapi alat atau dokumen bukti beserta keputusan KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota tentang hasil rekapitulasi suara.
Para pemohon nantinya dapat memperbaiki atau melengkapi data apabila ada yang kurang lengkap paling lambat 3 hari setelah permohonan diterima MK: “Mahkamah Konstitusi memutuskan perkara perselisihan sengketa hasil pemilihan paling lama 45 hari kerja sejak diterimanya permohonan,” bunyi ayat 8.
Dalam Undang-Undang ini juga ditegaskan apapun keputusan MK nanti semua pihak diminta menghormatinya.
Sebab, putusan MK final dan mengikat: “Putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada ayat (8) bersifat final dan mengikat,” bunyi ayat 9.
Masyarakat tidak boleh melihat bahwa sengketa hasil pilkada itu adalah sekedar sengketa hasil angka perolehan suara dalam pemilihan.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.