Opini
Sengkarut Sengketa Hasil Pilkada
Sedikitnya 312 permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Oleh: A Shaifuddin Bintang
Anggota KPU Makassar 2013-2018
Mahkamah Konstitusi (MK) mulai menggelar sidang perdana terhadap 310 perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) sejak Rabu, (8/1/2025).
Persidangan ini memiliki mekanisme dimulai dengan agenda pemeriksaan pendahuluan yang digelar hingga 16 Januari mendatang.
Sedikitnya 312 permohonan sengketa hasil pemilihan kepala daerah atau pilkada diajukan ke Mahkamah Konstitusi.
Tentu ini menggambarkan tingginya perhatian masyarakat dalam proses demokrasi.
Banyaknya gugatan sengketa hasil pemilihan itu juga menggambarkan ada persoalan yang terjadi dalam Pilkada 2024.
Perspektif itu juga bisa dibalik bahwa banyaknya jumlah gugatan merupakan indikasi belum dewasanya para kandidat dalam menerima hasil sebuah proses tahapan demokrasi.
Berikutnya, bhw banyaknya masalah dlm tahapan bermakna belum maksimalnya upaya kerja kerja penyelenggara pemilu baik KPU, Bawaslu dan DKPP dalam menyelenggarakan tahapan, mengawasi dan menegakkan kode etik penyelenggara.
Data yang diolah dari situs resmi Mahkamah Konstitusi itu dipaparkan oleh peneliti Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) Ajid Fuad Muzaki, Minggu (22/12/2024).
Dalam diskusi bertajuk “Potret Awal PHP-Kada 2024” yang digelar secara daring itu, ia menyebutkan bahwa gugatan sengketa hasil pilkada paling banyak diajukan untuk pemilihan bupati dan wakil bupati (241 permohonan).
Sementara untuk pemilihan wali kota dan walikota terdapat 49 permohonan perselisihan hasil pilkada, serta pemilihan gubernur sebanyak 22 gugatan.
Permasalahan yang dimaksud tidak hanya pada pelaksanaan, tetapi juga administrasi, pengawasan, serta persepsi publik terhadap keadilan hasil pemilu.
Bahkan Ketua MK Suhartoyo mengatakan mahkamah tetap menerima permohonan sengketa yang didaftarkan.
Alasannya, ujar dia, lembaga peradilan tidak boleh menolak perkara yang diajukan oleh masyarakat: “Prinsipnya pengadilan tidak boleh menolak perkara.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.