Opini
Ulama dan Penguasa
Serta, memiliki pengetahuan dasar terkait alam semesta sebagai ayat-ayat kauniyah yang mengantarkan orang makin dekat kepada Allah.
Oleh: Dr Ilham Kadir MA
Peneliti Majelis Intelektual dan Ulama Muda Indonesia (MIUMI)/Dosen UNIMEN.
TRIBUN-TIMUR.COM - Ditilik dari aspek etimologi, kata ulama berasal dari Bahasa Arab, merupakan jamak dari kata ālim yang berarti memiliki pengetahuan yang luas dan mendalam.
Yaitu mereka yang mengetahui kebesaran dan kekuasaan Allah, sangat paham ayat-ayat al-Qur’an, al-hadits, perkataan para sahabat, dan perbedaan pendapat para ulama muktabar.
Serta, memiliki pengetahuan dasar terkait alam semesta sebagai ayat-ayat kauniyah yang mengantarkan orang makin dekat kepada Allah.
Oleh sebab itu, istilah ulama dalam bahasa Arab juga berarti para cendekiawan muslim yang paham dan mengamalkan syariat dengan baik namun ahli pada salah satu bidang sains dan ilmu terapan, (Ilham Kadir, 'Konsep Pendidikan Kader Ulama Anregurutta Muhammad As'ad al-Bugisi', 2017).
Ulama adalah para pewaris nabi (al-‘ulamā waratsatul anbiyā’) sebab melanjutkan peran Nabi sebagai penjaga dan pembawa risalah Allah untuk disampaikan kepada ummat manusia.
Ulama adalah pemimpin agama dan ummat, yang memiliki ciri khas berupa kedalaman ilmu dan ketinggian adab.
Tampil sebagai pemimpin panutan, terutama dalam segi keikhlasan, kesederhanaan, dan dedikasinya dalam menuntun ummat ke jalan yang benar.
Secara moral dan syariat, ulama mengemban beberapa fungsi sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an, yaitu: tablīgh atau menyampaikan pesan-pesan agama yang menyentuh hati dan merangsang pengamalan.
Tibyān yakni menjelsakan masalah-masalah agama berdasarkan kitab suci secara transparan; tahkīm atau menjadikan al-Qur’an sebagai sumber utama dalam memutuskan perkara) dengan bijaksana dan adil; dan uswah hasanah (menjadi teladan yang baik) dalam pengamalan agama.
Seorang ulama juga berprofesi mufti, yang menjadi wakil Allah di muka bumi yang seharusnya memiliki kemampuan luas tentang ilmu-ilmu Islam, menguasai dalil-dalil hukum, memahami ilmu-ilmu bahasa Arab, jeli dan peka terhadap kehidupan masyarakat, di samping harus memiliki kemampuan dalam memahami masalah fiqhiyah dan istinbâ al-hukm, (Yusuf Qaradhawi, Al-Fatwā Baynal Indibā h wa Al-Tasayyub, 1994: 25).
Wajar jika ulama memiliki banyak pengikut dan yang pasti, posisi mereka memiliki nilai tawar yang tinggi oleh para politisi dan penguasa, khususnya di era demokrasi seperti sekarang.
Sebenarnya, ulama berkiprah dalam politik sejak dahulu kala, ketika Rasulullah wafat dan digantikan oleh para khalifah yang merupakan para ulama.
Dalam kasus ini, ulama adalah penguasa, namun pada perkembangan selanjutnya, ulama memiliki dunia sendiri seperti juga para nabi, fokus mengajar agama, mencerahkan kehidupan bangsa, mendidik para calon pemimpin dan generasi muda, walaupun sebagian menjadi penasihat penguasa, atau menduduki jabatan kunci dan strategis di kalangan istana.
Benar apa yang disampaikan Imam al-Ghazali, setelah ia menyebut tentang fitnah ambisi terhadap kedudukan, suka menonjolkan diri, ingin terkenal dan dipuja-puji oleh manusia.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.