Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Ulama dan Penguasa

Serta, memiliki pengetahuan dasar terkait alam semesta sebagai ayat-ayat kauniyah yang mengantarkan orang makin dekat kepada Allah.

Editor: Sudirman
Ist
Dr Ilham Kadir MA, Sekretaris Umum MUI Enrekang 

Sebagaimana dikatakan Azyumardi Azra, di bawah kekuasaan Sultan Ageng ‘para ulama dan penuntut ilmu dari berbagai belahan dunia Islam terus berdatangan ke Banten’. 

Sang Sultan, hampir sepanjang waktunya ditemani para ulama, maka ia mampu mempertahankan Banten sebagai pusat keilmuan Islam paling penting di Nusantara, dan inilah yang menarik Al-Makassari untuk menetap di sana.

Bahkan menikah dengan Putri Sultan Ageng, lalu naik menduduki salah satu jabatan tertinggi di kalangan elit istana, menjadi Dewan Panasihat Sultan paling berpengaruh. 

Dia dijuluki opperpriester atau hoogenpriester semacam ‘pendeta tertinggi’ dalam istilah Belanda, (Azyumardi Azra. Jaringan Ulama Timur Tengah dan Kepulauan Nusantara Abad XVII dan XVII, 1995: 223), dalam sejarah peradaban Islam disebut qādhi al-qudhāt, hakim agung.  

Pada awal kemerdekaan, begitu banyak ulama yang turun tangan merumuskan konsep negara, salah satunya adalah KH. Abdul Wahid Hasyim (1914-1953) Perannya, memang kebanyakan di bidang politik dan agama, melalui kiprahnya di Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) badan ini bertujuan untuk merumuskan dasar negara Indonesia.

Dalam pembahasan ini, ada pertentangan kuat antara kelompok yang menginginkan negara Indonesia berdasarkan Islam dan kelompok yang menginginkan negara sekuler, tanpa intervensi agama.

Perdebatan seputar dasar negara ini terus berlanjut dalam sidang-sidang BPUPKI. Untuk menghindari potensi pertikaian dan kegagalan sidang, Soekarno mengambil tindakan dengan mengusulkan sebuah kompromi saat melanjutkan sidang pada 22 Juni 1945.

Sebanyak 38 anggota BPUPKI berkumpul untuk mengatasi perbedaan pandangan yang tajam tersebut.

Hasilnya, diputuskan untuk membentuk panitia kecil yang disebut Panitia Sembilan.

Peran KH. Abdul Wahid Hasyim termasuk sebagai salah satu anggota perwakilan dari kelompok Islam, ada pula nama-nama ulama seperti KH. Agus Salim (1884-1954), dan KH. Abdul Kahar Muzakir (1907-1973).

Karena itulah dasar negara kita yakni Pancasila sangat sarat dengan nilai-nilai keislaman, bahkan beberapa kata kunci tidak akan ditemukan kecuali dengan merujuk pada al-Qur’an dan al-hadits, seperi adil, beradab, rakyat, musyawarah, dan hikmat.

Berkat jasa-jasa para ulama yang masuk dalam kekuasaan sehingga orang Islam tidak perlu meninggalkan agamanya untuk menjadi nasionalis, sebab muslim kaffah secara otomatis akan menjadi nasionalis.

Sebab hanya muslim sejati yang memiliki tauhid dengan bertuhan pada Tuhan Yang Esa, adil, beradab, dan seterusnya.

Mohammad Natsir (1908-1993), ulama besar, dai serba bisa  (polymatch) diplomat ulung, pemimpin Liga Muslim Dunia dan Dewan Masjid Dunia, pemegang 3 gelar Doktor (HC.), pemersatu NKRI melalui "Mosi Integral M. Natsir", dan Perdana Menteri RI.  

Inilah  seorang negarawan yang dijuluki “Hij is de man” oleh Presiden Soekarno, julukan ini ia dapat lantaran penyampaian gagasannya pada sidang parlemen Dewan Perwakilan Rakyat Sementara Republik Indonesia Serikat (DPR RIS) agar Indonesia kembali ke dalam bentuk negara kesatuan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved