Opini
Menyambut Kabinet Baru dan Menjaga Perlindungan HAM
Sudah 17 tahun lebih, Sumarsih merayakan Kamisan. Harapannya, kedepan pelanggaran HAM masa lalu dapat diadili.
Yusril harus menguji kembali pernyataannya soal pelanggaran HAM berat.
Romli Atamasasmita dalam buku Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakannya di Indonesia, mendefiniskan pelanggaran HAM berat adalah kejahatan yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
Dalam Statuta Roma, pelanggaran HAM terjadi apabila ditujukan pada masyarakat sipil.
Mari kita uji pernyataan Yusril dalam Tragedi Semanggi I. Tragedi yang menjadi sebab Sumarsih dan beberapa orang tua lainnya harus menanggung sedih kehilangan anaknya.
Tragedi Semanggi I terjadi pada 13 November 1998, ribuan mahasiswa mengadakan aksi duduk di dekat Universitas Atma Jaya dan persimpangan daun semanggi Semanggi menuju gedung parlemen.
Tim Mawar merespons dengan menembakkan peluru tajam. Akibatnya, 17 orang massa aksi tewas, 400 lainnya terluka.
Penembakan yang dilakukan merupakan penembakan yang tersistematis, menyasar para demonstran.
Penembakan tersebut dilakukan oleh Tim Mawar, Tim Komando Kopassus, itu adalah sesuatu yang terstuktur. Yang terparah, penembakan tersebut tersebut ditujukan kepada massa demonstran yang notabene adalah masyarakat sipil. Tragedi Semanggi I adalah pelanggaran HAM berat.
Tragedi Semanggi tidak terjadi sekali, tapi dua kali. 24 september 1999 (Tragedi Semanggi II), para demonstran kembali ditembaki oleh pasukan bersenjata. 11 orang tewa dan 200 orang terluka.
Tragedi Semanggi sampai yang terbaru, Tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM berat. Yusril harus mengkaji lagi pernyataannya itu.
Pola nya terus berulang, aparat bersenjata terus menyerang masyarakat sipil. Sialnya, aparat bersenjata yang bertanggung jawab secara komando selalu nya mendapat impunitas hukum. Mereka terhindar dari hukuman pidana.
Bagaimana Keadilan diperlukan ?
Dalam penegakan hukum, diperlukan sebuah Keadilan Transisi. Praktek kejahatan massal seringkali berkaitan dan terus berulang.
Transisi menuju demokrasi tidak akan menghapuskan akar permasalahan dan kejahatan massal. Selama bertahun-tahun kejahatan massal mengakibatkan rusaknya sistem kenegaraan.
Pembuktian kebenaran tentang apa yang terjadi di masa lalu seharusnya dijadikan sebagai dasar pengembangan hukum untuk mencapai keadialan.
Hal tersebut diperlukan agar kejadian pelanggaran massal tidak terjadi lagi di masa mendatang.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.