Opini
Menyambut Kabinet Baru dan Menjaga Perlindungan HAM
Sudah 17 tahun lebih, Sumarsih merayakan Kamisan. Harapannya, kedepan pelanggaran HAM masa lalu dapat diadili.
Oleh: Muhammad Ian Hidayat Anwar SH
Staff Sipil dan Politik YLBHI-LBH Makassar
TRIBUN-TIMUR.COM - Di depan istana negara, setiap hari kamis, Sumarsih dengan beberapa orang lainnya berdiri dengan pakaian serba hitam, membawa payung hitam, mereka adalah korban dan keluarga korban pelanggaran HAM masa lalu.
Sudah 17 tahun lebih, Sumarsih merayakan Kamisan. Harapannya, kedepan pelanggaran HAM masa lalu dapat diadili.
Di Gedung Parlemen, 20 Oktober 2024. Prabowo-Gibran dilantik menjadi presiden dan wakil presiden, bersamaan dengan itu dilantik pula Kabinet Merah Putih, barisan Menteri yang nantinya membantu penyelenggaraan negara.
Hal tersebut yang menandakan Prabowo sebagai pucuk tertinggi kenegaraan yang nantinya akan memimpin Sumarsih dan lainnya dalam mengambil kebijakan.
Termasuk menentukan bagaimana pengadilan HAM yang dituntut oleh Sumarsih mulai dari 17 tahun lalu.
Sumarsih dan kita semua akan sangat pesimis melihat pengadilan HAM masa lalu.
"Nah, siapa dalang pelakunya? Di masyarakat, beredar surat keputusan dewan perwira dan video tentang pemecatan Prabowo Subianto dari Kopassus karena membentuk tim mawar untuk melakukan penculikan aktivis Pro demokrasi," ujar Sumarsih.
Dalam masalah pelanggaran HAM, nama Prabowo tidak asing lagi. Prabowo diduga terlibat kasus penculikan dan penghilangan paksa aktivis pro demokrasi dalam rentang waktu 1997-1998.
Penculikan tersebut dilakukan oleh Tim Mawar, Tim Mawar merupakan tim kecil dari Komandan Pasukan Khusus (Kopassus). Saat penculikan terjadi, Prabowo berstatus sebagai Komandan Jendral Kopassus.
Melalui Dewan Kehormatan Perwira (DKP) memberhentikan Prabowo Subianto melalui Keputusan DKP No : KEP/03/VIII/1998/DKP.
23 Mei 1998, BJ Habibie yang menjabat Presiden mencopot status Jendral Prabowo.
“Ini juga sorry, Man, dulu kejar-kejar elu juga. Tapi gue udah minta maaf sama lo ya," imbuh Prabowo sambil menunjuk Budiman saat Kampanye Nasional di Senayan pada Sabtu 27 Januari 2024.
Sial bagi Sumarsih, Sumarsih merupakan penyintas dari beringasnya Tim Mawar. Pada Tragedi Semanggi I, anak kandung Sumarsih Bernardinus Realino mati ditembak pada Tragedi Semanggi I.
Dari hasil otopsi yang dilakukan oleh dr. Budi Sampurno, ditemukan bahwa Wawan tewas dengan tembakan peluru tajam.
Setelah otopsi, sekitar pukul 00.30 pada 13 November 1998, jenazah Wawan diantarkan ke kediamannya.
Di gedung gedung pemerintahan, Sumarsih harus melihat wajah Prabowo dipajang dengan jas mahal, dengan pakaian rapi, dan dengan berbagai pin penghargaan di jasnya. Itu akan mengingatkan Sumarsih betapa pekiknya keadilan HAM di negri ini.
Bagaimana Negara Mengatur Perlindungan HAM?
Presiden Joko Widodo (Presiden sebelum Prabowo) mewariskan Undang Undang Nomor 61 Tahun 2024 Tentang Perubahan atas Undang Undang Nomor 39 Tahun 2008 kepada Kabinet Prabowo.
Pada pasal tersebut, memberikan wewenang lebih kepada Presiden dalam menentukan Mentri.
Pasal 25 ayat 3 menjelaskan : “Lembaga nonstruktural dan/ata lembaga pemerintahan sebagaimana dimaksud ayat 1 berkedudukan dan bertanggung jawab kepada presiden melalui mentri yang mengoordinasikan, kecuali ditentukan oleh Presiden”
Secara garis kelembagaan, Mentri yang bertugas dalam penyelenggaraan Hak Asasi Manusia adalah Mentri HAM. Kementrian ini digawangi oleh Natalius Pigai, eks anggota Komnas HAM.
Dalam Kabinet yang disusun oleh Prabowo, Menteri HAM terkordinasi bersama 4 Mentri lainnya (Menteri Hukum, Menteri HAM, Menteri Migrasi, dan Menteri Pemasyrakatan) dalam Kementrian Kordinasi Hukum, HAM, Migrasi, dan Pemasyrakatan yang digawangi oleh Yusril Ihza Mahendra.
Bagaimana Menggantungkan Nasib Pelanggaran HAM kepada Yusril?
Menteri Kordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyrakatan yang dijabat oleh Yusril merupakan Kementrian baru dalam Kabinet Merah Putih (Kabinet yang dibentuk Prabowo).
Yusril akan memimpin Menteri Koordinator Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyrakatan sampai tahun 2029.
Yusril bukan nama baru dalam Kementrian, sebelumnya Yusril juga pernah menjabat sebagai Mentri di 3 Kabinet sebelumnya.
Membayangkan Yusril menjaminkan pengadilan HAM masa lalu belakangan cukup berat, sehari setelah dilantik. Yusril mengomentari pelanggaran HAM berat tidak terjadi dalam beberapa tahun terakhir, termasuk tragedi Semanggi.
“Dalam beberapa dekade terakhir ini hampir bisa dikatakan tidak ada kasus-kasus pelanggaran HAM berat,” kata Yusril di istana Kepresidenan.
Yusril harus menguji kembali pernyataannya soal pelanggaran HAM berat.
Romli Atamasasmita dalam buku Pengadilan Hak Asasi Manusia dan Penegakannya di Indonesia, mendefiniskan pelanggaran HAM berat adalah kejahatan yang dilakukan secara sistematis dan terstruktur.
Dalam Statuta Roma, pelanggaran HAM terjadi apabila ditujukan pada masyarakat sipil.
Mari kita uji pernyataan Yusril dalam Tragedi Semanggi I. Tragedi yang menjadi sebab Sumarsih dan beberapa orang tua lainnya harus menanggung sedih kehilangan anaknya.
Tragedi Semanggi I terjadi pada 13 November 1998, ribuan mahasiswa mengadakan aksi duduk di dekat Universitas Atma Jaya dan persimpangan daun semanggi Semanggi menuju gedung parlemen.
Tim Mawar merespons dengan menembakkan peluru tajam. Akibatnya, 17 orang massa aksi tewas, 400 lainnya terluka.
Penembakan yang dilakukan merupakan penembakan yang tersistematis, menyasar para demonstran.
Penembakan tersebut dilakukan oleh Tim Mawar, Tim Komando Kopassus, itu adalah sesuatu yang terstuktur. Yang terparah, penembakan tersebut tersebut ditujukan kepada massa demonstran yang notabene adalah masyarakat sipil. Tragedi Semanggi I adalah pelanggaran HAM berat.
Tragedi Semanggi tidak terjadi sekali, tapi dua kali. 24 september 1999 (Tragedi Semanggi II), para demonstran kembali ditembaki oleh pasukan bersenjata. 11 orang tewa dan 200 orang terluka.
Tragedi Semanggi sampai yang terbaru, Tragedi Kanjuruhan merupakan pelanggaran HAM berat. Yusril harus mengkaji lagi pernyataannya itu.
Pola nya terus berulang, aparat bersenjata terus menyerang masyarakat sipil. Sialnya, aparat bersenjata yang bertanggung jawab secara komando selalu nya mendapat impunitas hukum. Mereka terhindar dari hukuman pidana.
Bagaimana Keadilan diperlukan ?
Dalam penegakan hukum, diperlukan sebuah Keadilan Transisi. Praktek kejahatan massal seringkali berkaitan dan terus berulang.
Transisi menuju demokrasi tidak akan menghapuskan akar permasalahan dan kejahatan massal. Selama bertahun-tahun kejahatan massal mengakibatkan rusaknya sistem kenegaraan.
Pembuktian kebenaran tentang apa yang terjadi di masa lalu seharusnya dijadikan sebagai dasar pengembangan hukum untuk mencapai keadialan.
Hal tersebut diperlukan agar kejadian pelanggaran massal tidak terjadi lagi di masa mendatang.(*)
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.