Makassar Mulia
Kota Makassar Komitmen Dalam Kreatifitas

Opini

Arus Balik Kebudayaan: Lokalitas dan Poskolonialitas

Aksesoris tradisional yang sangat lekat dengan pesta pernikahan orang-orang di Sulawesi Selatan dan Barat. Suku Bugis atau Makassar? 

Editor: Sudirman
Ist
M. Fadlan L Nasurung Yayasan Nalarasa 78 

Menyedihkannya, karena seringkali sejarah dan warisan kebudayaan lokal baru terasa begitu berharga jika dipresentasikan oleh orang-orang dari negeri seberang benua.

Apa yang patut dibanggakan dari sikap mengandalkan lisan/pikiran orang lain (outsider) untuk mendefinisikan kebudayaan negeri sendiri?

Kritik atas Sukuisme

Sejarah Nusantara yang berbasis kebudayaan dan ketatanegaraan, pasca kolonialisasi telah berubah menjadi sejarah suku-suku yang ahistoris.

Konstruksi kesukuan/etnisitas adalah bias orientalisme dalam membaca bangsa-bangsa timur. 

Kesukuan/etnisitas adalah konstruk sosial masyarakat benua (kontinental) yang terkunci daratan (land locked). Karl Marx menyebutnya masyarakat komunal primitif.

Mereka membangun supremasi kelompok berbasis keluarga-keluarga kecil karena keterbatasan sumberdaya ekonomi.

Sehingga, sumberdaya ekonomi harus dikelola dan dipertahankan secara bersama-sama dengan sistem paternalistik.

Identitas kesukuan yang merupakan produk pemetaan sosial lewat antropologi-etnologi Eropa sentris abad 18-19, diaminkan tanpa kritik dan dengan bangga diwarisi hingga kini.

Pengelompokan masyarakat Nusantara dalam kategori etnik/suku mulai terjadi saat kolonialisasi.

Proyek raksasa pemetaan sosial yang dilakukan kolonial adalah agenda politik pengetahuan.

Belakangan kita mengenal politik identitas yang dahulu digunakan Belanda sebagai alat memecah belah (devide et impera).

Studi-studi bahasa dan budaya dilakukan secara masif saat era kolonial. Konstruk pengetahuan baru tentang identitas etnik berbasis bahasa dibentuk.

Dikotomi sosial secara perlahan terjadi. Orang-orang lalu merasa berbeda karena perbedaan bahasa, dan mengindentifikasi dirinya sebagai bagian dari kelompok etnik tertentu.

Perasaan berbeda itulah yang secara berkelanjutan mengkristalisasi perbedaan identitas kesukuan.

Halaman
1234
Sumber: Tribun Timur
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

Berita Populer

Firasat Demokrasi

 

Rusuh

 
© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved