Opini
Arus Balik Kebudayaan: Lokalitas dan Poskolonialitas
Aksesoris tradisional yang sangat lekat dengan pesta pernikahan orang-orang di Sulawesi Selatan dan Barat. Suku Bugis atau Makassar?
Oleh: M. Fadlan L Nasurung
Yayasan Nalarasa
TRIBUN-TIMUR.COM - Siapakah gerangan yang memiliki hak paten atas baju bodo, songkok recca dan sigerra?
Aksesoris tradisional yang sangat lekat dengan pesta pernikahan orang-orang di Sulawesi Selatan dan Barat. Suku Bugis atau Makassar?
Tulisan kali ini, salah satunya terinspirasi oleh perdebatan semisal di sejumlah grup sejarah dan budaya di laman facebook.
Perdebatan yang sebenarnya menggelitik tetapi sekaligus memiriskan hati.
Sebab, tidak jarang berujung saling klaim, saling tuding bahkan saling mencaci-maki dengan ego kesukuan yang kental.
Kenyataan tersebut adalah fragmen kecil dari fenomena gunung es krisis sejarah dan kebudayaan bangsa.
Sejarah Lokal
Penulis kerap membatin, ternyata warisan politik pecah belah kolonial begitu kuat mencengkram alam bawah sadar bangsa ini.
Salah satu yang menyebabkan Indonesia terus-menerus berada dalam bayang-bayang kolonialisme hingga kini, karena historiografinya yang sangat lemah dan memang tidak mendapatkan perhatian berarti dari para pemangku politik-pemerintahan.
Nasib sejarah lokal lebih memilukan lagi, minim atau bahkan tidak dilirik sama sekali.
Kita seringkali lebih disibukkan oleh perbincangan sejarah negeri di benua seberang, sehingga lupa menemukenali sejarah negeri dan kampung halaman sendiri.
Bahkan, orang-orang terpelajar lebih berbangga diri menjadikan para pemikir dari benua biru sebagai simbol kecemerlangan ilmu pengetahuan.
Tokoh-tokoh lokal dianggapnya hanya mewariskan mitos-mitos, itupun karena mitos sendiri telah disalahpahami dan dianggap sama dengan takhayyul dan khurafat.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.