Opini Tribun Timur
Mudik, Reuni Pasca Pemilu dan 'CLBK' Dihari yang Fitri
Salah satu hal yang membuat kita ikut terharu, dimana puasa tahun ini tak sedikit oknum pejabat menjadi alim dan begitu khusuk dalam beribadah.
Anshar Aminullah
(Majelis Pengurus Pusat Pemuda ICMI)
TRIBUN-TIMUR.COM - Beberapa hari ini ada dua trend status Whatsapp, Facebook dan Instagram yang banyak menghiasi halaman media sosial, pertama mudik dan yang kedua macet.
Setiap person mengabarkan aktivitas mudiknya tak lain dan tak bukan, sesungguhnya mereka sedang mengungkapkan kesetiaannya pada tuntutan jiwanya untuk bertemu, dan mengakrabkan kembali dengan asal usulnya.
Dalam pendekatan kultur dan perilaku sebagai makhluk sosial beserta sistem tata nilai yang disusun pada kolektivitas kehidupan kita, mudik seolah menjadi perjalanan spiritual untuk bereuni dengan kolega, keluarga serta para handai taulan di sebuah tempat terindah penuh sejarah bernama kampung halaman.
Bahkan, sekhilaf-khilafnya seseorang, dimana dia mungkin memandang dunia ini sebagai tujuan, dan seluruh aktivitas personalnya termasuk dalam hal dukung mendukung calon legislatif, bahkan calon Presiden, orang tersebut dapat dipastikan akan berupaya maksimal agar tetap memiliki keterkaitan dengan Idul fitri yang kemudian dipertegas dengan ikut bermudik.
Salah satu hal yang membuat kita ikut terharu, dimana puasa tahun ini tak sedikit oknum pejabat menjadi alim dan begitu khusuk dalam beribadah.
Tasbih mereka untuk wiridan cukup aktif berputar, putaran tasbihnya semakin kencang saat beriringan dengan ingatan bahwa namanya masuk dalam daftar buruan KPK dan Kejaksaan.
Sebuah ironi memang. Tuhan menjadi tempat kembali saat mereka terdesak oleh kondisi, disaat nikmat harta bergelimang dan nikmat jabatan Tuhan hanya menjadi perhiasan kaligrafi di dinding rumah namun tidak di hati mereka.
Ramadhan Di Tahun Politik
Betapa beruntung bangsa ini. Ramadhan datang mendinginkan tepat disuasana panas dinamika politik beberapa minggu terakhir. Dinamika Pemilu 14 Februari lalu sisa tensinya masih sangat terasa hingga detik ini.
Selain proses di Mahkamah Konstitusi yang masih berjalan, para calon legislatif yang terpilih maupun yang belum memiliki kesempatan menjadi anggota dewan, mungkin tensi tekanan darah mereka sampai hari ini masih belum stabil, dimana hawa panas dan brutalnya serangan fajar disinyalir menjadi pemicu utamanya.
Jiwa yang oleng dan raga yang tak sanggup berdiri tegap, dimana tauhid vertikal dan tauhid horisontal mereka mengalami ketakseimbangan.
Hasrat berkuasa dan menjabat berhasil mengaburkan keduanya, sehingga tak jarang penghambaan terhadap materi dan status jabatan sebagai identitas sosial tak mampu mereka sirkulasikan dan mentransformasikannya sebagai energi positif guna menjadi bekal lebih, disaat dia berhadapan dengan Tuhannya di akhirat kelak.
Idealnya, momentum politik Februari lalu, harus maksimal dijadikan sebagai jalan tol bagi upaya kita untuk membawa negara ini menuju kedewasaan dalam berdemokrasi.
Bukan Rapat Biasa, Ini Strategi Cerdas Daeng Manye Mencari 'The Next Top Leader' di Takalar |
![]() |
---|
1 Juni: Pancasila Tetap Luhur, Walau Inter Milan Amburadul |
![]() |
---|
Cinta yang Hilang: Bahasa Diam Dalam Hubungan Digital |
![]() |
---|
Menjalani Ramadan: Berbenah Dalam Bulan Pendidikan |
![]() |
---|
Nostalgia 78 Tahun HMI: Kanda Dimana, Kita Iya Dinda Dimana? |
![]() |
---|
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.