Opini
Peringatan Akademisi Perguruan Tinggi untuk Jokowi dan Kepemerintahan
Dunia kampus prihatin dengan kondisi perpolitikan negeri ini menuju Pemilu Presiden 2024.
Hampir tidak ada yang peduli dengan kondisi negeri ini. DPR diam. Dewan Perwakilan Daerah (DPD) sami mawon.
Kementerian pun sibuk mengklarifikasi.
Presiden Jokowi memberikan respons pendek.
”Kita hormati itu. Itu hak demokrasi.” (Kompas,3/2/2024).
Kondisi demokrasi tengah menurun yang ditandai dengan adanya dugaan penyalahgunaan kekuasaan dalam kontestasi politik hingga pelanggaran etika.
Hukum yang seharusnya jadi bintang pemandu justru digunakan untuk menjustifikasi dan melegitimasi proses-proses kebijakan politik, ekonomi, sosial, dan kebijakan lainnya yang bermasalah.
Hal ini karena adanya krisis kepemimpinan yang tidak beretika dan bermartabat (Kompas, 4/2/2024).
Terkait pemahaman dan komitmen demokrasi, kita pun perlu mengingat kembali pernyataan Presiden Jokowi saat debat capres tahun 2014, yang menyatakan; ”Demokrasi adalah mendengarkan suara rakyat dan melaksanakannya.”
Itulah pemahaman demokrrasi yang pernah disampaikan calon Presiden Jokowi saat mengikuti kontestasi Pilpres 2014.
Saat ini, aspirasi (suara) rakyat itu, disuarakan oleh civitas akademika, berhubung para wakil rakyat yang di DPR sudah (mungkin) tuli dan buta atas aspirasi keresahan rakyat yang seharusnya ia wakili.
Pertanyaannya, apakah Presiden Jokowi masih mendengar suara rakyat, dan masih ingat akan pemahaman dan komitmen tentang demokrasi?
Atau sudah lupa atau pura-pura lupa?
Atau ucapannya saat itu sebatas dibibir saja?
Semoga Presiden sewaktu mengucapkan tentang apa itu demokrasi, tidak sedang “berbohong”.
Atas bergemuruhnya arus desakan akademisi di perguruan tinggi tersebut Harian Media Indonesia menulis dalam editorialnya (2/2/2024.21WIB) yang berjudul; “Menyambut Perlawanan dari Kampus”.
Isi komentar sepenuhnya adalah tanggung jawab pengguna dan diatur dalam UU ITE.