Opini
Diskursus dan Penegakan Hukum Politik Uang Dalam Sistem Pemilu
Kekuasaan dan uang seakan-akan memiliki fungsi sosial yang sama yakni suatu fungsi yang menjadi acuan cara-cara bertingkah laku memenuhi kebutuhan.
Namun, dalam praktiknya keberadaan institusi kepolisian dan kejaksaan justru tak signifikan dalam mengakselerasi kinerja penegakan hukum pemilu dan cenderung menempatkan posisi Bawaslu sebagai “minoritas” dalam pengambilan keputusan.
Terbukti, ditengah maraknya politik uang yang terjadi di pilkada serentak 2020, tak satupun kasus yang bisa dinilai sebagai prestasi dalam penegakan hukum pemilu.
Bahkan, pembuktian politik uang justru ramai dibawa ke dalam sengketa hasil pemilu di Mahkamah Konstitusi.
Model kelembagaan seperti ini, memperlihatkan ketidakpercayaan publik terhadap proses penaganan politik uang yang selama ini dilakukan Sentra Gakkumdu sehingga redesain kelembagaan penanganan tindak pidana pemilu perlu dilakukan sesegera mungkin.
Menurut penulis, masalah ini dikarenkan sistem politik di Indonesia masih berbasiskan patronase dan klientalisme.
Partai politik hanya akan memilih figure dengan elektabilitas tinggi tanpa menghiraukan aspek integritas calon.
Pada titik inilah sistem pemilu seolah mengafirmasi sirkulasi korupsi politik.
Dengan demikian, tak heran jika politik uang akan selamanya menjadi “Pandemi” dalam setiap perhelatan pemilu di Indonesia.
Karena sejatinya korupsi adalah lonceng kematian bagi peradaban manusia.
